Map Vision Indonesia

Perbedaan Citra Foto dan Non Foto

Last Updated on October 30, 2020 by Map Vision Indonesia

Citra Foto dan Non Foto

Perbedaan Citra Foto dan Non Foto

Data hasil perekaman sebuah wahana penginderaan jauh disebut dengan citra. Citra berdasarkan penggunaan sensornya dibagi menjadi 2, yakni citra foto dan non foto.

Pada postingan kali ini, kami akan membahas perbedaan citra foto dan non foto dengan cukup lengkap dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami.

Setelah Anda membaca postingan ini, Anda pasti paham terkait apa itu citra foto, citra non foto,  klasifikasinya, perbedaannya, manfaatnya, dan beragam informasi lain terkait citra foto dan citra non foto.

Mari kita selami lebih dalam terkait citra foto dan non foto:

Citra Penginderaan Jauh

[bctt tweet=”Apa Itu Citra Penginderaan Jauh? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Sebelum membahas mengenai citra foto dan citra non foto dalam penginderaan jauh, maka perlu dibahas terlebih dahulu mengenai penggunaan kata citra sebagai penyebutan data hasil perekaman wahana penginderaan jauh.

Bagi Anda yang baru saja belajar mengenai penginderaan jauh (remote sensing), sebaiknya Anda memahami terlebih dahulu konsep mengenai penginderaan jauh, yang pembahasan untuk hal tersebut dapat Anda simak pada postingan berikut ini:

Penginderaan Jauh

Kita mulai dari pengertian kata citra itu sendiri. Berdasarkan situs Wikipedia, pengertian citra adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu bentuk tiruan dari sebuah objek, utamanya objek fisik dan manusia. Citra dapat berwujud gambar (picture) dua dimensi seperti foto, lukisan, dan dapat juga dalam tampilan tiga dimensi seperti patung.

Dari pengertian citra di atas, kita dapat mengetahui bahwa makna citra sangatlah luas, tidak hanya terpaku saja pada foto, karena bahkan tampilan tiga dimensi seperti patung dapat disebut dengan citra.

Sekarang kita juga akan menggunakan situs Wikipedia untuk mengetahui arti dari kata foto. Foto berdasarkan situs Wikipedia merupakan gambar diam baik berwarna maupun hitam-putih yang dihasilkan oleh kamera yang merekam suatu objek atau kejadian atau keadaan pada suatu waktu tertentu.

BACA JUGA:

1). Apa itu Citra Satelit?

2). Ketahui Manfaat Penginderaan Jauh di Bidang Ini

3). Citra Satelit dari Salah Satu Program Satelit Observasi Bumi yang Legendaris Ini Dihentikan Penjualannya. Mengapa Itu Terjadi?

4). Apa itu Foto Udara?

5). Ketahui Sejarah Satelit Pionir Penghasil Citra dengan Resolusi Spasial Sangat Tinggi Ini

Dari arti kata foto di atas, kita mengetahui bahwa foto dihasilkan oleh penggunaan kamera. Sedangkan wahana penginderaan jauh tidak hanya menggunakan kamera untuk mendapatkan tampilan di permukaan bumi, karena wahana seperti satelit dengan sistem penginderaan jauh kebanyakan menggunakan sensor dengan tipe elektro-optis, yang mengkombinasikan prinsip-prinsip fisika dengan mekanisme piranti elektronik. Oleh karena itu penggunaan kata citra lebih tepat untuk data hasil perekaman sebuah wahana penginderaan jauh, karena seperti telah dijelaskan di atas, sensor yang digunakan pada wahana penginderaan jauh tidak terbatas hanya pada penggunaan kamera yang menghasilkan sebuah foto, akan tetapi juga jenis sensor lain seperti elektro-optis, elektro-mekanik, dan tipe sensor lainnya.

Pemahaman mengenai kata citra dan foto sangat penting dalam penginderaan jauh, karena selama ini banyak yang menyamakan frasa citra satelit dengan foto satelit, untuk sebuah data keluaran yang dihasilkan sebuah satelit dengan sensor yang bekerja bukan dengan mekanisme fotografik.

Citra Foto

[bctt tweet=”Apa Itu Citra Foto? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Dari penjelasan mengenai Citra Penginderaan Jauh di atas, kami memperkirakan Anda sudah dapat mengetahui pemahaman terkait Citra Foto. Sesuai dengan namanya, citra foto merupakan foto yang menampilkan berbagai objek di permukaan bumi hasil perekaman wahana penginderaan jauh dengan pemakaian sensor kamera.

Saat ini wahana yang paling populer dalam menghasilkan citra foto adalah wahana drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), karena perkembangan teknologinya yang pesat dengan harga wahana yang masih terjangkau. Selain itu, penggunaan wahana pesawat terbang untuk menghasilkan citra foto masih dilakukan, walaupun sudah banyak tereduksi pemakaiannya dengan cepatnya teknologi drone/UAV sebagai wahana penginderaan jauh penghasil citra foto.

Pada zaman dulu, selain pesawat terbang yang digunakan sebagai wahana penginderaan jauh sebagai penghasil citra foto, digunakan juga balon udara, layang-layang, bahkan burung merpati.

Klasifikasi Citra Foto

Citra foto dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya yaitu:

1). Wahana

Berdasarkan wahana yang digunakan, citra foto dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni:

a). Foto Udara

Wahana yang digunakan untuk menghasilkan foto udara yakni berbagai wahana yang dapat beroperasi di udara seperti yang saat ini populer yaitu drone/UAV, kemudian pesawat terbang, dan di masa lalu digunakan juga balon udara, layang-layang, dan bahkan burung merpati.

Penggunaan wahana drone/UAV dan pesawat terbang, merupakan wahana penginderaan jauh paling umum saat ini yang menggunakan sensor kamera untuk menghasilkan foto beragam objek permukaan bumi.

Drone Mavic Pro

Drone Mavic Pro

b). Foto Satelit

Sesuai dengan namanya, foto satelit dihasilkan dari perekaman permukaan bumi menggunakan sensor kamera melalui wahana satelit.

Saat ini boleh dikatakan hampir sebagian besar wahana satelit tidak menggunakan sensor dengan cara fotografik seperti kamera dalam melakukan perekaman bumi, karena satelit sistem penginderaan jauh terutamanya satelit observasi bumi dengan menggunakan sensor pasif (sumber tenaga berasal dari luar wahana) beroperasi dengan cara elektro-optis yang mengkombinasikan prinsip-prinsip fisika dengan mekanisme piranti elektronik, dan bukan dengan fotografik. Oleh karenanya, istilah yang lebih pas untuk data hasil perekaman dari satelit penginderaan jauh yakni citra satelit, berhubung wahana satelit tidak menggunakan cara kerja sensor fotografik untuk merekam paras bumi.

2). Spektrum Elektromagnetik

Berdasarkan pemilihan dan pemanfaatan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dibedakan menjadi:

a). Foto Ortokromatik

Foto jenis ini dihasilkan melalui perekaman energi dari spektrum elektromagnetik cahaya tampak dari gelombang warna biru hingga sebagian hijau (dengan panjang gelombang dari 0,4 – 0,56 mikrometer), serta tidak menangkap gelombang warna merah.

Ketidakmampuan kamera merekam gelombang warna merah membuat tampilan objek berwarna merah pada foto terlihat gelap, sedangkan sensitivitasnya terhadap gelombang biru menjadikan kenampakan objek berwarna biru pada foto terlihat sangat terang.

Penggunaan film untuk menghasilkan foto ortokromatik pertama kali dihasilkan oleh Herman Wilhelm Vogel pada tahun 1873, dengan menambahkan sejumlah kecil anilin – senyawa organik aromatik yang memiliki rumus kimia C6H5NH2 – pada emulsi fotografi, yang hanya sensitif pada gelombang warna biru.

Penggunaan foto ortokromatik banyak dipakai pada awal pengembangan foto berwarna hitam putih, sebelum nantinya digantikan dengan kehadiran foto pankromatik.

Pemanfaatan foto ortokromatik sendiri dalam penginderaan jauh salah satunya yaitu untuk studi area pantai, karena film yang digunakan peka terhadap objek di bawah permukaan air hingga kedalaman mencapai 20 meter.

b). Foto Pankromatik

Dari percobaan penambahan sebuah bahan pada emulsi fotografi oleh Herman Wilhelm Volgel – seorang ahli kimia dari Jerman, untuk mendapatkan foto ortokromatik, diketahui bahwa hal tersebut dapat memperluas kepekaan spektral sebuah film.

Berangkat dari percobaan Volgel tersebut, selanjutnya berkembanglah penciptaan foto pankromatik yang dihasilkan dari perekaman spektrum elektromagnetik pada panjang gelombang yang lebih luas dibandingkan foto ortokromatik.

Sebagian besar spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penciptaan foto pankromatik berada pada spektrum cahaya tampak (visible) dan sebagian kecilnya berada di inframerah dekat (near infrared).

Sama halnya dengan foto ortokromatik dimana film yang digunakan hanya dapat menerima dalam satu saluran panjang gelombang, maka foto pankromatik yang dihasilkan juga berwarna hitam putih.

Pada zaman dahulu pemanfaatan foto pankromatik untuk penginderaan jauh, banyak digunakan dalam identifikasi vegetasi, yang disebabkan kenampakan nuansa hijau pada vegetasi lebih kontras, yang memudahkan dalam proses identifikasi. Selain itu, kenampakan kabut pada foto pankromatik dapat diminimalisir, sehingga objek-objek yang berada di bawah kabut masih dapat diidentifikasi.

c). Foto Warna Sebenarnya (True Color) atau Warna Natural (Natural Color)

Inilah jenis foto yang biasa kita lihat hari ini. Apa yang terlihat pada foto sama dengan yang terlihat oleh mata manusia normal. Pepohonan yang berwarna hijau, tanah yang berwarna merah kecoklat-coklatan, birunya laut, serta berbagai warna objek yang terdapat pada foto sesuai dengan yang dilihat oleh mata manusia normal.

Sensor pada kamera menangkap gelombang elektromagnetik pada spektrum cahaya tampak (visible) pada panjang gelombang warna biru, merah, dan hijau.

d). Foto Inframerah

Foto inframerah dihasilkan dari penangkapan energi dari gelombang elektromagnetik yang berada pada spektrum inframerah, yang termasuk didalamnya berada pada gelombang inframerah dekat (near infrared), inframerah pendek (short wave length infrared), inframerah menengah (mid wave length infrared), inframerah panjang (long wave length infrared), dan inframerah jauh (far infrared).

Panjang gelombang spektrum inframerah berada pada range panjang gelombang 0,7 hingga 1 mikrometer, yang membuatnya lebih panjang dibandingkan range panjang gelombang spektrum cahaya tampak (visible) yang berada pada 0,4 – 0,7 mikrometer, namun lebih pendek dari panjang gelombang pada spektrum gelombang radio, yang berada pada range panjang gelombang 1 meter sampai 100 ribu kilometer.

Aplikasi pemanfaatan spektrum inframerah dalam penginderaan jauh banyak digunakan untuk melakukan identifikasi vegetasi, terutama yang berada pada gelombang inframerah dekat (near infrared), berhubung gelombang tersebut yang paling kuat dipantulkan oleh vegetasi.

Pengolahan lebih lanjut dari foto dengan menggunakan gelombang inframerah dekat dan juga gelombang merah pada spektrum cahaya tampak, dapat digunakan untuk mengetahui kondisi sebuah vegetasi melalui perhitungan algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

e). Foto Ultraviolet

Seperti namanya, foto ultraviolet dihasilkan dari pemanfaatan gelombang elektromagnetik pada spektrum ultraviolet, yang berada pada range panjang gelombang 0,01 hingga 0,4 mikrometer.

Kelebihan dari foto ultraviolet yakni dapat memperlihatkan objek dengan warna yang cukup kontras, yang memudahkan seorang intrepreter melakukan intrepretasi terhadap berbagai objek yang terdapat pada foto ultraviolet, sedangkan kelemahannya tidak banyaknya informasi yang dapat diperoleh.

Pemanfaatan ultraviolet dalam penginderaan jauh antara lain untuk melakukan pemantauan terhadap sumber daya air, memudahkan melihat jaringan jalan di sebuah wilayah, mendeteksi tumpahan minyak di lautan, serta banyak lainnya.

3). Warna

Berdasarkan warna yang ditampilkan, citra foto dibagi menjadi:

a). Warna Natural (Natural Color) atau Warna Sebenarnya (True Color)

Tampilan warna sebenarnya (true color) atau biasa disebut juga dengan nama warna natural (natural color) pada sebuah foto dihasilkan dari pemanfaatan spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) yaitu gelombang biru, hijau, dan merah.

Foto warna natural memperlihatan kenampakan berbagai objek sesuai dengan yang dilihat oleh mata normal manusia, seperti birunya laut, tanah yang berwarna merah kecoklat-coklatan, pepohonan dengan warna hijau, serta beragam tampilan warna objek lainnya.

Interpretasi terhadap objek-objek yang terdapat pada foto warna natural akan lebih mudah dilakukan jika tingkat resolusi spasial dari foto tersebut sangat tinggi.

b). Warna Tidak Sebenarnya (False Color)

Tampilan warna tidak sebenarnya (false color) atau biasa disebut juga dengan warna semu pada sebuah foto dihasilkan selain dari pemanfaatan gelombang elektromagnetik pada spektrum cahaya tampak (visible), juga menggunakan spektrum elektromagnetik yang lain, terutamanya spektrum inframerah pada gelombang inframerah dekat (near infrared).

Warna objek yang terdapat pada foto warna semu tidak sama dengan yang terlihat oleh mata manusia normal. Hal ini dilakukan terutamanya untuk memudahkan intrepetasi terhadap objek utama yang ingin diketahui. Sebagai contoh, warna vegetasi yang seharusnya terlihat warna hijau dengan mata normal manusia, akan berwarna merah semu ketika menggunakan tampilan warna semu.

Tampilan foto warna semu biasanya digunakan oleh foto dengan resolusi spasial yang tidak terlalu tinggi, untuk memudahkan interpretasi terhadap objek-objek utama yang ingin diidentifikasi.

4). Sumbu Kamera

Berdasarkan tingkat kemiringan sumbu kamera, citra foto dibagi menjadi:

Citra Foto Berdasarkan Sumbu Kemiringan

Citra Foto Berdasarkan Tingkat Kemiringan Sumbu Kamera
(Sumber Gambar: bit.ly/3kI2xNp)

a). Citra Foto Vertikal

Citra foto jenis ini dihasilkan dari hasil perekaman dengan posisi sumbu kamera tegak lurus atau paling besar sudut perekamannya 3 derajat dari area perekaman.

Citra Foto Vertikal

Contoh Citra Foto Vertikal
(Sumber Foto: bit.ly/34FHGEY)

Citra foto vertikal paling ideal untuk digunakan untuk pemetaan, karena area yang terekam lebih luas, dengan bentuk objek yang terekam tetap serta tidak menutup tampilan objek lainnya.

b). Citra Foto Miring Rendah (Low Oblique)

Citra foto miring rendah dihasilkan melalui perekaman sensor kamera dengan sumbunya yang membentuk sudut kemiringan antara 3 hingga 30 derajat dari area perekaman.

Citra Foto Miring Rendah

Contoh Citra Foto Miring Rendah (Low Oblique)
(Sumber Foto: bit.ly/3jJTOce)

c). Citra Foto Miring Tinggi (High Oblique)

Sesuai dengan namanya, citra foto miring tinggi dihasilkan dari hasil perekaman sensor kamera yang membentuk sudut kemiringan mencapai 30 hingga 55 derajat dengan area perekaman.

Citra Foto Miring Tinggi

Contoh Citra Foto Miring Tinggi (High Oblique)
(Sumber Foto: bit.ly/3jJTOce)

Kelebihan foto yang dihasilkan dengan sudut kemiringan tinggi dan juga rendah yakni cakupan area yang terekam lebih luas dibandingkan jenis citra foto vertikal, hingga dapat memperlihatkan cakrawala, namun kelemahannya skala dan ukuran objek pada area perekaman tidak tetap, sehingga pengukuran dimensi yang terdapat pada objek lebih rumit dibandingkan pada citra foto vertikal.

5). Jumlah Kamera

Berdasarkan jumlah kamera yang terpasang pada wahana, dibagi menjadi:

a). Foto Tunggal

Foto yang dihasilkan yakni satu (tunggal) foto yang dihasilkan dari penggunaan satu kamera yang disematkan pada wahana.

b). Foto Jamak

Foto yang dihasilkan lebih dari satu (jamak) hasil dari penggunaan lebih dari satu kamera (multi kamera) atau satu kamera dengan banyak lensa (multi lensa) yang terpasang pada wahana.

Citra Non Foto

[bctt tweet=”Apa Itu Citra Non Foto? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Sebelumnya telah kami bahas mengenai citra foto, sekarang mari beralih menuju citra non foto. Sesuai dengan namanya, maka citra yang dihasilkan bukanlah sebuah foto yang dihasilkan dari perekaman dari sensor yang terdapat pada kamera.

Dewasa ini, wahana penginderaan jauh yang menghasilkan citra non foto sebagian besar dihasilkan oleh wahana satelit. Perekaman objek oleh sensor pada satelit saat ini dominan menggunakan sistem elektro-optik (dan bukan sensor dengan sistem fotografik) yang mengkombinasikan prinsip-prinsip fisika optik dengan mekanisme piranti elektronik. Berdasarkan hal ini, maka data perekaman oleh wahana satelit dinamakan dengan citra satelit, alih-alih foto satelit atau gambar satelit.

Klasifikasi Citra Non Foto

Citra non foto dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya yaitu:

1). Sumber Tenaga

Berdasarkan penggunaan sumber tenaga yang digunakan dalam perekaman, citra non foto dibagi menjadi:

a). Sumber Tenaga Alami (Sensor Pasif)

Radiasi gelombang elektromagnetik dari sinar matahari merupakan sumber tenaga alami bagi satelit dengan sistem penginderaan jauh.

Gelombang elektromagnetik yang berhasil “menembus” atmosfer, selanjutnya akan mengenai beragam objek yang ada di permukaan bumi. Interaksi antara objek di permukaan bumi dengan gelombang elektromagnetik terutamanya berupa pantulan dari objek tersebut, akan ditangkap oleh sensor yang tersemat pada wahana. Oleh karena sistem kerja sensor yang “menunggu” pantulan dari objek di permukaan bumi, maka sensor yang memanfaatkan sumber tenaga alami disebut juga dengan sensor pasif.

Sekarang ini, satelit sistem penginderaan jauh sebagian besar menggunakan sumber tenaga alami, yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik terutamanya pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared), contohnya seperti Satelit Pleiades-1A, Pleiades-1B, SPOT-6, SPOT-7, QuickBird, GeoEye-1, dan banyak lainnya.

Satelit Sensor Pasif

Satelit dengan Sensor Pasif dari Perusahaan Airbus Defence & Space
(Image Copyright: Airbus DS)

Kelemahan penggunaan sumber tenaga alami berupa pemanfaatan gelombang elektromagnetik yang berasal dari sinar matahari pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak dan inframerah dekat, yaitu ketidakmampuannya “menembus awan”, sehingga jika satelit merekam suatu area dalam kondisi berawan (baik awan tipis maupun tebal), maka awan tersebut akan ikut terekam. Hal tersebut sangat merugikan, karena keberadaan awan membuat objek yang terhalang oleh awan tersebut menjadi tidak diketahui, sehingga informasi yang terdapat pada citra tidak utuh.

Selain itu, kelemahan lainnya yakni tidak dapat melakukan perekaman di malam hari, berhubung sumber tenaganya yaitu sinar matahari hanya tersedia ketika siang hari.

Untuk mengurangi kelemahan pada citra non foto hasil perekaman menggunakan sumber tenaga alami, yang terutamanya keberadaan awan pada citra, saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai teknik pengolahannya seperti cloud remove, haze removal, atau penggunaan citra satelit hasil perekaman menggunakan gelombang elektromagnetik lainnya seperti Short Wave Infrared (SWIR) yang dapat “menembus” kabut, asap, dan mendeteksi titik-titik panas pada sebuah area.

b). Sumber Tenaga Buatan (Sensor Aktif)

Berbeda dengan satelit yang menggunakan sumber tenaga alami, satelit jenis ini menggunakan sumber tenaga yang berasal dari satelit itu sendiri.

Saat ini, sebagian besar satelit yang menggunakan sumber tenaga buatan, memakai spektrum elektromagnetik gelombang mikro sebagai sumber tenaganya. Contoh teknologi yang menggunakan gelombang mikro ini diantaranya yaitu teknologi Radio Detection and Ranging (RADAR), yang digunakan pada Satelit TerraSAR-X, TanDEM-X, Radarsat-1, ERS-1, dan lain sebagainya.

Satelit Sensor Aktif

Satelit dengan Sensor Aktif dengan Penggunaan Teknologi RADAR

Teknologi lain yang saat ini banyak digunakan sebagai sumber tenaga buatan yaitu Light Detection and Ranging (LiDAR) yang menggunakan pulsa laser untuk melakukan perekaman di suatu area.

Wahana yang biasa beroperasi dengan menggunakan sensor teknologi LiDAR yaitu pesawat terbang, dan saat ini juga sudah mulai banyak disematkan pada drone, mobil otonom (autonomous car), serta wahana lainnya.

LiDAR

Light Detection and Ranging (LiDAR)
(Sumber Gambar: bit.ly/38vhdu1)

Penggunaan sumber tenaga yang berasal dari wahana itu sendiri, sering diistilahkan dengan sensor aktif, karena wahana secara aktif menjalarkan sumber tenaganya menuju objek di area perekaman.

Kelebihan penggunaan sensor aktif (terutama penggunaan gelombang mikro) terletak pada kemampuannya dalam “menembus” awan sehingga citra yang dihasilkan bebas dari awan. Selain itu, dengan sumber tenaga yang tidak tergantung dari sinar matahari yang hanya terdapat pada siang hari, satelit mampu melakukan perekaman di suatu area pada malam hari.

Perbedaan Citra Satelit Optis Sensor Pasif dengan Citra Satelit Radar Sensor Aktif

Perbedaan Citra Satelit dengan Sensor Pasif (Kiri) dan Sensor Aktif SAR (Kanan)
(Image Credit: Michigan Tech Volcanology)

Tujuan utama penggunaan satelit dengan sensor aktif lebih diperuntukkan untuk mendapatkan data Digital Elevation Model (DEM) atau topografi melalui pengolahan lebih lanjut dari data hasil perekaman, seperti contohnya data WorldDEM yang berasal dari hasil pengolahan data TerraSAR-X.

DSM dan DTM WorldDEM

DSM (Bagian Kiri) dan DTM (Bagian Kanan) WorldDEM Resolusi Spasial 12 Meter Hasil Pengolahan dari Citra Radar TerraSAR-X
(Image Copyright: Airbus Defence & Space)

2). Jumlah Saluran/Band

Berdasarkan jumlah saluran atau band yang terdapat pada sensor yang menghasilkan citra non foto, maka citra non foto dibedakan menjadi:

a). Citra Tunggal

Citra tunggal merupakan citra non foto yang dihasilkan dari penggunaan sensor yang merekam energi gelombang elektromagnetik dalam satu saluran pada range panjang gelombang yang lebar.

Saat ini, jarang sekali satelit yang menggunakan sensor dengan saluran tunggal, salah satu diantaranya yang masih aktif beroperasi hingga saat ini (sampai postingan ini dibuat yaitu Oktober 2020) yaitu Satelit WorldView-1.

Satelit WorldView-1 menggunakan sensor yang menangkap energi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang 0,45 hingga 0,80 mikrometer yang masuk ke dalam spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan juga inframerah dekat (near infrared). Citra yang dihasilkan oleh sensor dengan perekaman energi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang yang lebar biasa disebut dengan citra pankromatik.

WorldView-1

Data Olahan Citra Satelit WorldView1 Warna Hitam Putih Wilayah di Kab. Simalungun, Sumatera Utara, Skala 1:5.000
(Image Copyright: Maxar Technologies; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Berhubung pada sensor hanya terdapat satu saluran, sehingga tidak bisa dilakukan komposit warna, maka tampilan data original citra pankromatik berwarna hitam putih.

b). Citra Multispektral

Citra multispektral merupakan citra yang dihasilkan dari penggunaan sensor dengan banyak saluran, namun dengan panjang gelombang yang lebih sempit dibandingkan citra pankromatik.

Sekarang ini, sebagian besar satelit sumber daya alam atau observasi bumi, menghasilkan citra dalam dua moda yaitu citra multispektral dan pankromatik. Jadi sensor yang tersemat pada satelit mempunyai satu saluran untuk menangkap energi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang yang lebar, dan beberapa saluran untuk menangkap energi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang yang lebih sempit.

Sebagai contoh, Satelit GeoEye-1 milik perusahaan Maxar Technologies, menghasilkan citra pankromatik hasil dari perekaman sensor yang menangkap energi gelombang elektromagnetik pada range panjang gelombang 0,45 hingga 0,80 mikrometer, serta citra multispektral yang terdiri dari 3 saluran pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible), dan 1 saluran pada spektrum elektromagnetik inframerah dekat (near infrared).

Citra Satelit GeoEye-1

Data Olahan Citra Satelit GeoEye1 Warna Natural Wilayah di Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, Skala 1:2.500 Hasil Pansharp antara Citra Moda Pankromatik dengan Moda Multispektral
(Image Copyright: Maxar Technologies; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Kelebihan dari citra pankromatik yaitu tingkat resolusi spasial yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan citra multispektral. Hal ini disebabkan jumlah energi yang ditangkap jauh lebih besar karena range panjang gelombangnya lebih lebar dibandingkan saluran citra multispektral.

Suatu sensor dalam suatu saluran sendiri membutuhkan energi dalam jumlah tertentu, untuk dapat membedakan tingkat kecerahan dari hasil pantulan objek di permukaan bumi. Saluran dengan panjang gelombang yang lebih sempit membutuhkan energi tambahan untuk melakukan hal tersebut, yang membuatnya mengambil energi pada rentang spasial yang lebih rendah.

Sedangkan untuk kelebihan citra multispektral yakni dapat dilakukan komposit warna karena terdiri lebih dari 1 saluran, sehingga tampilan citra tidak hitam putih, namun dapat menampilkan tampilan citra warna natural (natural color) dan warna semu (false color).

Tujuan satelit sendiri menghasilkan citra dalam dua moda tersebut salah satunya sebagai upaya menghemat media tempat penyimpanan hasil perekaman. Sebagai contohnya, untuk mendapatkan citra satelit multispektral dengan resolusi spasial 50 cm, maka tidak perlu membuat sebuah sensor yang terdiri dari beberapa saluran dalam rentang panjang gelombang yang sempit untuk menghasilkan citra dengan resolusi spasial 50 cm secara langsung, namun cukup dengan membuat sensor dengan satu saluran untuk menghasilkan citra pankromatik dengan resolusi spasial 50 cm, dan beberapa saluran dalam spektrum elektromagnetik tertentu dengan resolusi spasial lebih rendah, yang biasanya 4x lebih rendah dibandingkan resolusi spasial 50 cm – yang berarti idealnya citra multispektral yang dihasilkan maksimal mempunyai resolusi spasial 200 cm atau 2 meter. Sebab jika satelit secara langsung menghasilkan citra multispektral dengan resolusi spasial 50 cm, maka ukuran filenya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan satelit yang menghasilkan citra dalam moda pankromatik dan multispektral secara berbarengan.

Untuk mendapatkan tampilan citra satelit multispektral dengan tingkat resolusi spasial yang dimiliki citra pankromatik, maka kita tinggal melakukan proses Pansharpening atau Fusi.

Untuk memahami teknik Pansharpening atau Fusi, Anda dapat membacanya pada link berikut ini:

Pansharpening

c). Citra Hiperspektral

Sebuah citra termasuk kategori citra multispektral jika terdiri dari maksimal belasan saluran/band, namun jika salurannya sudah berjumlah ratusan, maka citra tersebut masuk dalam kategori citra hiperspektral.

Citra satelit Hyperion merupakan salah satu contoh citra satelit hiperspektral yang dihasilkan oleh Satelit Earth Observation-1 (EO-1), yang terdiri dari 242 band/saluran, dengan resolusi spasial 30 meter.

Citra Satelit Hyperion

Citra Satelit Hyprerion Tampilan Warna Semu (Bagian Kiri) dan Warna Natural (Kanan). Citra Satelit Hyperion Merupakan Citra Satelit Hipersepktral yang Terdiri dari 242 Band/Saluran yang Dihasilkan Satelit Earth Observation-1 (EO1)
(Image Copyright: NASA USGS)

3). Wahana

Berdasarkan wahana yang digunakan, citra non foto dibedakan menjadi:

a). Citra Dirgantara (Airborne Imagery)

Citra non foto jenis ini dihasilkan dari sensor yang disematkan pada wahana yang beroperasi di udara (airborne) seperti pesawat terbang, balon udara, helikopter, dan lain sebagainya.

Penggunaan wahana yang bekerja di udara pada saat ini sulit ditemukan, karena kebanyakan wahana tersebut menggunakan sensor pada kamera yang menghasilkan foto, dan bukan citra non foto yang dihasilkan dari sensor dengan sistem kerja elektro-optis.

b). Citra Ruang Angkasa (Spaceborne Imagery) atau Citra Satelit (Satellite Imagery)

Citra non foto jenis ini dihasilkan dari sensor yang berada pada wahana yang beroperasi di ruang angkasa.

Sampai saat ini, wahana yang beroperasi di ruang angkasa yakni satelit sehingga citra yang dihasilkan oleh wahana ini disebut citra satelit, dan merupakan data penginderaan jauh yang utama saat ini.

Citra Satelit SPOT 7

Data Olahan Citra Satelit SPOT 7 Warna Natural Skala 1 : 9.000 Hasil dari Perekaman Satelit Observasi Bumi
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Perbedaan Citra Foto dan Non Foto

[bctt tweet=”Apa Perbedaan Citra Foto dan Non Foto? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Dari penjelasan di atas, kami menyakini bahwa Anda sudah dapat mengetahui perbedaan citra foto dan non foto.

Untuk lebih memudahkannya, kami membuatkan tabel informasi yang membedakan citra foto dan non foto:

Perbedaan Citra Foto dan Non Foto

 

Manfaat Citra Foto dan Non Foto

[bctt tweet=”Apa Manfaat Citra Foto dan Non Foto? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Pemanfaatan data hasil perekaman wahana penginderaan jauh terutamanya data citra non foto berupa citra satelit, mulai marak digunakan di seluruh dunia (termasuk di Indonesia), ketika mulai mengorbitnya satelit observasi bumi penghasil citra resolusi spasial sangat tinggi (di bawah 1 meter), yang dimulai dari Satelit Ikonos pada tahun 1999. Citra satelit resolusi sangat tinggi yang sebelumnya terbatas terutamanya untuk kalangan militer dan pemerintahan, mulai saat itu dapat dibeli oleh siapa saja, entah itu untuk perusahaan, pemerintahan, bahkan pribadi sekalipun, yang membuat pemakaian citra satelit untuk beragam tujuan sangat ramai digunakan masyarakat dunia.

Setelah maraknya penggunaan citra satelit, masyarakat mulai memiliki alternatif lain untuk mendapatkan data hasil penginderaan jauh berupa citra foto terutamanya yang dihasilkan dari drone/UAV. Perkembangan teknologi drone/UAV yang cepat, ditambah dengan masih terjangkaunya harga wahana drone/UAV tersebut, membuat pemakaian wahana tersebut mulai marak untuk perekaman area dengan luasan yang kecil.

Dengan detailnya tampilan objek-objek di permukaan bumi dari data citra satelit resolusi sangat tinggi maupun foto udara, membuat seorang yang awam tidak akan terlampau kebingungan dalam melakukan interpretasi terhadap data-data tersebut, sehingga pemanfaatan data penginderaan jauh sudah merambah ke berbagai bidang.

Manfaat citra foto (dalam hal ini foto udara) dan citra non foto (dalam hal ini terutamanya citra satelit resolusi sangat tinggi) di beragam bidang adalah sebagai berikut:

  • Bidang Pertambangan dan Energi:

    • Digunakan sebagai data dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau perizinan lainnya;
    • Salah satu data yang digunakan dalam laporan area tambang yang dimiliki sebuah perusahaan kepada kementrian terkait;
    • Perencanaan site plan area pertambangan;
    • Monitoring luasan area tambang yang dimiliki perusahaan dari waktu ke waktu;
    • Perencanaan dan monitoring rehabilitasi lahan hasil kegiatan pertambangan;
    • Monitoring kegiatan pertambangan ilegal dan PETI;
    • Inventarisasi potensi area pertambangan;
    • Monitoring perubahan tutupan lahan di area tambang dan sekitarnya;
    • Inventarisasi potensi dan perencanaan lokasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
  • Bidang Pertanian dan Perkebunan:

    • Melakukan observasi pada lahan yang luas, petak tanaman hingga tiap individu tanaman;
    • Melakukan identifikasi jenis tanaman dan kondisi tanah, potensi panen, efektifitas pengairan, kesuburan dan penyakit tanaman, kandungan air;
    • Secara berkala (time series) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman, laju perubahan jenis tanaman, perubahan atau alih fungsi lahan pertanian;
    • Menghitung jumlah pohon dan volume hasil panen komoditi perkebunan;
    • Perencanaan  pola tanam perkebunan;
    • Perencanaan peremajaan tanaman perkebunan.
  • Bidang Kehutanan:

    • Monitoring batas-batas fungsi kawasan hutan;
    • Identifikasi wilayah habitat satwa;
    • Identifikasi perubahan kawasan hutan akibat illegal loging;
    • Inventarisasi potensi sumber daya hutan;
    • Pemetaan kawasan unit-unit pengelolaan hutan;
    • Perencanaan lokasi reboisasi.
  • Bagi Unit Pengelolaan Hutan HTI:

    • Perencanaan pembagian areal usaha ke dalam bentuk blok, petak dan anak petak;
    • Perencanaan lokasi camp, lokasi menara pengawas, lokasi persemaian, dan lain-lain;
    • Monitoring pertumbuhan tanaman dan areal siap panen.
  • Bagi Unit Pengelolaan Hutan HPH:

    • Inventarisasi luas lahan HPH;
    • Menghitung potensi volume kayu;
    • Perencanaan dan pembuatan site plan;
    • Perencanaan jalur transportasi loging;
    • Mengidentifikasi batas kawasan;
    • Evaluasi laju produksi.
  • Secara berkala (time series) digunakan untuk:

    • Memantau laju kerusakan hutan (deforestation);
    • Memantau perubahan lahan pada kawasan hutan;
    • Memantau keberhasilan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN).
  • Bidang Arsitek dan Konstruksi:

    • Desain dan perencanaan tapak konstruksi;
    • Desain dan perencanaan landscape konstruksi;
    • Perbaikan proses desain;
    • Monitoring proses konstruksi.
  • Bidang Perencanaan dan Pembangunan Wilayah:

    • Pembuatan peta detail penggunaan lahan;
    • Perencanaan tata ruang, DED, dan landscape pembangunan;
    • Pemetaan kawasan rawan bencana alam;
    • Pemantauan dan penanggulangan bencana alam.
  • Bidang Entertainment dan Pelatihan:

    • Simulasi terbang pada pelatihan pilot;
    • Visualisasi 3 dimensi relief permukaan bumi pada industri film dan game.
  • Bidang Pertahanan dan Intelijen:

    • Mendukung operasi intelijen;
    • Operasi tempur;
    • Operasi teritorial;
    • Operasi militer selain perang.

Cara Memperoleh Citra Satelit

[bctt tweet=”Bagaimana Cara Memperoleh Citra Satelit? Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Jika citra foto dapat Anda peroleh dengan cara penggunaan wahana drone, maka untuk mendapatkan citra non foto dalam hal ini yaitu citra satelit, Anda dapat mengordernya di Map Vision.

Map Vision telah berpengalaman sejak tahun 2013 dalam mengerjakan ratusan proyek terkait pembelian dan atau pengolahan serta mapping data citra satelit beragam resolusi, baik citra satelit dengan sensor pasif maupun aktif.

Untuk mengetahui data citra satelit apa saja yang kami jual beserta informasi spesifikasi dari citra satelit tersebut, Anda dapat melihat pada page berikut ini:

JUAL CITRA SATELIT (HARGA KOMPETITIF DENGAN KUALITAS & LAYANAN TERBAIK)

Pengolahan Citra Penginderaan Jauh

[bctt tweet=”Pengolahan Citra Penginderaan Jauh. Tweet Ini di Akun Twitter Anda, Supaya Follower Anda dapat Informasi yang Bermanfaat” username=”map_vision”]

Citra non foto berupa citra satelit dihasilkan dari wahana satelit yang berada ratusan kilometer dari paras bumi. Terdapatnya perbedaan jarak yang jauh antara wahana dengan objek perekaman, serta terdapatnya lapisan atmosfer diantara keduanya, membuat citra satelit yang dihasilkan tidak terlepas dari beragam kesalahan, mulai dari kesalahan dari wahana itu sendiri, efek dari kelengkungan bumi, akibat gerak rotasi bumi, kondisi topografi area perekaman, pengaruh atmosfer, serta banyak lainnya.

Untuk itu diperlukan pengolahan citra satelit agar kesalahan-kesalahan tersebut dapat direduksi, mulai dari koreksi geometrik, koreksi atmosferik, enhancement, dan lain sebagainya, sehingga nantinya diperoleh citra satelit dengan tingkat akurasi yang lebih baik, dengan tampilan yang apik, serta minim kesalahan lainnya.

Bagi Anda yang ingin belajar cara melakukan pengolahan citra satelit menggunakan salah satu software pengolah citra komersial yang paling powerfull, dapat mempelajarinya dari ebook premium Pengolahan Citra Penginderaan Jauh.

Citra Penginderaan Jauh

Informasi lengkap terkait ebook tersebut, dapat Anda lihat pada link berikut:

Pengolahan Citra Penginderaan Jauh

Kesimpulan

Kami menyakini Anda sudah mengetahui kesimpulan terkait postingan ini, mulai dari mengapa suatu data hasil perekaman wahana penginderaan jauh ada yang disebut foto dan non foto, klasifikasi citra foto dan non foto, serta berbagai informasi lain terkait citra foto dan non foto, dengan inti kesimpulannya yakni sebuah data keluaran dari hasil perekaman wahana penginderaan jauh disebut dengan foto jika sensor yang digunakan berupa kamera dengan sistem kerja secara kimiawi, sedangkan istilah non foto digunakan untuk data hasil keluaran wahana penginderaan jauh yang menggunakan sensor dengan cara kerja optikelektrik, optikmekanik, atau elektrik, yang secara umum menggunakan alat berupa pemindai (scanner).

Referensi:
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Hadi, A. P. 2018. Penginderaan Jauh untuk Pemanfaatan Sumber Daya Alam. Yogyakarata: Deepublish.

***

Jika ada yang ingin Anda tanyakan mengenai materi yang terdapat pada postingan ini atau saran terkait postingan selanjutnya terkait penginderaan jauh atau hal-hal lain terkait pemetaan, silahkan Anda berkomentar di kolom komentar. Insya Allah akan kami balas satu per satu komentarnya.

Jangan lupa juga subscribe website kami, dengan memasukkan alamat email Anda pada bagian Subscribe Website (terletak pada kumpulan widget bagian kanan website), agar Anda mendapatkan notifikasi melaluai email pada setiap postingan terbaru yang kami buat.

Subscibe Website

Jika dirasa postingan ini sangat bermanfaat, share postingan ini di media sosial Anda, supaya teman dan orang lain yang membutuhkan infornasi ini, dapat mengetahuinya.

POSTINGAN MENARIK LAINNYA:

1). [Tutorial] Membuka File Geodatabase di QGIS versi 3.x

2). [Tutorial] Menampilkan Informasi Cuaca di QGIS

3). [Tutorial] Cara Memperoleh Anotasi di Google Maps

4). [Tutorial] Membuat Area Buffer dalam Beberapa Radius Menggunakan QGIS

5). [Tutorial] Membuat Grid di QGIS

Author: Map Vision IndonesiaMap Vision Indonesia merupakan team yang berisikan praktisi di bidang Citra Satelit, Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Sistem Informasi Geografis (SIG), serta Pemetaan pada umumnya. Kami telah berpengalaman khususnya mengerjakan ratusan proyek pengadaan dan pengolahan serta mapping data citra satelit berbagai resolusi dari beragam vendor sejak tahun 2013.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: