Map Vision Indonesia

Citra Satelit adalah

Last Updated on November 28, 2020 by Map Vision Indonesia

This slideshow requires JavaScript.

Citra satelit adalah gambaran permukaan bumi hasil perekaman satelit yang berada di luar angkasa berjarak ratusan kilometer dari paras bumi.

Satelit yang dimaksud di sini sendiri yaitu satelit penginderaan jauh, yang berdasarkan misinya dibagi menjadi dua jenis yakni satelit observasi bumi atau banyak juga yang menyebutnya sebagai satelit sumber daya alam serta satelit cuaca/meteorologi.

DAPATKAN DATA CITRA SATELIT OPTIS & RADAR BESERTA PENGOLAHAN DAN MAPPING DENGAN KUALITAS TERBAIK DAN HARGA YANG KOMPETITIF DI MAP VISION INDONESIA

UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT DAPAT MENGHUBUNGI KAMI PADA NOMOR TELEPON (WA/SMS/TELEPON): 0878 2292 5861 | E-MAIL: mapvisionindonesia@gmail.com

Jika ingin langsung membaca pada bagian-bagian yang diinginkan, silahkan klik pada bagian sub-judul yang terdapat di Table of Contents:

Citra Satelit dari Satelit Observasi Bumi dengan Sensor Pasif

Saat ini banyak sekali beredar satelit observasi bumi yang mengorbit di luar angkasa baik yang dioperasikan pihak perusahaan swasta untuk kepentingan komersial ataupun yang dioperasikan oleh badan antariksa sebuah negara untuk berbagai kepentingan yang spesifiknya untuk penelitian yang bermanfaat bagi keperluan negara tersebut dan juga negara lainnya.

Dan berikut beberapa contoh data citra satelit yang dihasilkan oleh satelit observasi bumi dengan sensor pasif (menggunakan sumber energi dari sinar matahari):

1). Satelit Landsat

Inilah program satelit observasi bumi paling legendaris yang masih terus bertahan hingga sekarang. Sampai saat ini sudah 8 generasi satelit sudah beroperasi, dimana satelit terakhir yang berhasil mengangkasa yaitu Satelit Landsat 8 atau Satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM) yang meluncur pada 11 Februari 2013 di Pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di Vanderberg, California, Amerika Serikat, dan hingga saat ini masih beroperasi.

Citra Satelit Landsat 8

Gambar 1. Contoh Tampilan Citra Satelit Landsat 8 Hasil Olahan Warna Natural
(Image Copyright: NASA USGS; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Program Satelit Landsat masih akan terus berlanjut, dengan tengah dibuatnya satelit generasi terbaru Landsat yang diberi nama Landsat 9, yang rencananya akan mengorbit pada tahun 2023 mendatang.

Landsat 9

Gambar 2. Satelit Landsat 9 Direncanakan Meluncur Tahun 2023

Data original Citra Satelit Landsat level terendah (level 1) dapat kita peroleh secara cuma-cuma pada berbagai portal penyedia data Citra Satelit Landsat, seperti misalnya website EarthExplorer.

Postingan Lain Terkait Landsat:

2). Citra Satelit WorldView-3

Citra Satelit WorldView-3 merupakan gambaran permukaan bumi yang dihasilkan oleh satelit observasi bumi paling canggih saat ini untuk keperluan komersial yaitu Satelit WorldView-3 yang dimiliki oleh perusahaan Maxar Technologies.

Citra Satelit WorldView-3 mempunyai resolusi spasial mencapai 31 cm dalam posisi nadir, yang merupakan resolusi spasial tertinggi saat ini untuk sebuah data citra satelit yang dijual secara bebas kepada khalayak umum.

Selain itu tingkat resolusi spektral Citra Satelit WorldView-3 merupakan yang terlengkap saat ini untuk kategori citra satelit resolusi spasial sangat tinggi, dengan “dibekali” 1 band pankromatik, 8 band multispektral, 8 band Short Wave Infrared (SWIR) , serta 12 band CAVIS (Clouds, Aerosols, Vapors, Ice, and Snow).

Keberadaan band SWIR pada Citra Satelit WorldView-3 sangat bermanfaat salah satunya untuk mendeteksi titik api kebakaran dengan tampilan lebih detail dan bebas dari gangguan awan, asap, serta kabut, dan berbagai manfaat lainnya, seperti contohnya diperlihatkan di bawah ini:

Citra Satelit WorldView-3 Warna Natural

Gambar 3. Citra Satelit WorldView3 Hasil Olahan Warna Natural Pada Area yang Terbakar
(Image Copyright: Maxar Technologies)

Citra Satelit WorldView-3 Kombinasi Band SWIR

Gambar 4. Citra Satelit WorldView3 Hasil Kombinasi Band SWIR Pada Area yang Terbakar
(Image Copyright: Maxar Technologies)

Citra Satelit WorldView-3 Hasil Olahan Pada Band ke 8 SWIR

Gambar 5. Tampilan Band 8 SWIR Citra Satelit WorldView3 Pada Area yang Terbakar
(Image Copyright: Maxar Technologies)

Citra Satelit WorldView-3 Hasil Olahan Kombinasi Band SWIR Memperlihatkan Tingkat Kebakaran Sebuah Area

Gambar 6. Citra Satelit WorldView-3 Hasil Olahan Band SWIR Lebih Lanjut
(Image Copyright: Maxar Technologies)

Bisa kita lihat dari Gambar 3 sampai dengan Gambar 6 di atas, perbedaan tampilan hasil pengolahan Citra Satelit WorldView-3 menggunakan band pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dengan yang menggunakan band SWIR.

Untuk tampilan warna natural yang menggunakan bandband yang berada pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) yaitu band merah, hijau, dan biru, seperi tampak pada Gambar 3, kita tidak bisa melihat luasan area yang terbakar serta mencoba mendeteksi titik api, karena tampilannya sudah tertutup asap kebakaran.

Berbeda halnya jika kita menggunakan data Citra Satelit WorldView-3 hasil olahan menggunakan kombinasi bandband SWIR. Terlihat dari Gambar 4, asap hasil kebakaran tidak terlalu pekat menutup area kebakaran, sehingga area yang terbakar dapat cukup terlihat, begitu juga dengan kenampakan titik api aktifnya yang ditunjukkan oleh warna orange yang menyala.

Sedangkan untuk tampilan pada Gambar 5, memperlihatkan tampilan hanya satu band SWIR yaitu band ke 8, sehingga kenampakan Citra Satelit WorldView-3 berwarna hitam putih, namun asap hasil kebakaran lebih tidak terlihat, sehingga area kebakaran dan titik api aktif lebih mudah diidentifikasi.

Untuk tampilan Gambar 6, memperlihatkan tampilan data olahan lebih lanjut dari bandband SWIR pada data Citra Satelit WorldView-3. Terlihat pada Gambar 6, kita sangat mudah melakukan identifikasi titik-titik api aktif dan juga tingkat titik-titik terpanas pada area yang terbakar.

Postingan Lain Terkait WorldView-3:

3). Citra Satelit Pleiades-1A dan 1B

Citra Satelit Pleiades-1A dan 1B merupakan citra satelit yang memiliki resolusi spasial kelas 50 cm (0,5 meter) dengan resolusi spektral 4 band pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared).

Saat ini produk Citra Satelit Pleiades-1A dan 1B yang dijual oleh perusahaan Airbus Defence & Space merupakan kompetitor paling berat dari produk citra satelit resolusi sangat tinggi dari perusahaan Maxar Technologies seperti WorldView-3, WorldView-4, WorldView-2, WorldView-1, GeoEye-1, QuickBird, dan Ikonos.

pleiades-1a, citra satelit pleiades-1a, satelit pleiades-1a, jual citra satelit pleiades-1a

Gambar 7. Contoh Tampilan Data Olahan Citra Satelit Pleiades-1A Warna Natural di Wilayah Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan, Skala 1:5.000
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

pleiades-1b, citra satelit pleiades-1b, satelit pleiades-1b, jual citra satelit pleiades-1b

Gambar 8. Contoh Tampilan Data Olahan Citra Satelit Pleiades1B Warna Natural Wilayah di Kab. Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Skala 1:5.000
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Postingan Lain Terkait Pleiades-1A dan Pleiades-1B:

4). Citra Satelit SPOT-6 & SPOT-7

Citra Satelit SPOT-6 dan SPOT-7 merupakan citra satelit yang memiliki resolusi spasial kelas 150 cm (1.5 meter) dengan resolusi spektral 4 band pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared).

Citra Satelit SPOT-6 dan SPOT-7 adalah produk citra satelit dari perusahaan asal Prancis, Airbus Defence & Space, selain produk Citra Satelit Pleiades-1A, Pleiades-1B, SPOT 1-5, serta beberapa produk data geospasial lainnya.

SPOT-6

Gambar 9. Contoh Tampilan Data Olahan Citra Satelit SPOT6 Warna Natural di Wilayah Kab. Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Skala 1:9000
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Citra Satelit SPOT 7

Gambar 10. Contoh Tampilan Data Olahan Citra Satelit SPOT7 Warna Natural di Wilayah Kab. Siak, Riau, Skala 1 : 9.000
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Postingan Lain Terkait Citra Satelit SPOT-6 dan SPOT-7:

Untuk penjelasan beberapa data citra satelit lain yang dihasilkan dari satelit dengan sensor optis yang pasif, Anda dapat klik pada masing-masing citra satelit berikut ini:

Bagaimana Data Citra Satelit Hasil Perekaman Satelit Observasi Bumi dengan Sensor Pasif Diperoleh?

Satelit observasi bumi menggunakan sebuah sensor yang merekam hasil pantulan, pancaran, ataupun hamburan balik gelombang elektromagnetik dari objek yang berada di permukaan bumi.

Gelombang elektromagnetik yang digunakan berasal dari sinar matahari atau sumber panas lain, dan bukan berasal dari sensor yang disematkan pada satelit, sehingga sering disebut dengan satelit dengan sensor pasif.

Sensor pada satelit observasi bumi saat ini terdiri mulai dari hanya untuk merekam 1 (satu) saluran gelombang elektromagnetik seperti misalnya Satelit WorldView-1, ataupun terdiri dari beberapa saluran (multispektral) seperti contohnya Satelit WorldView-2 dengan total 8 saluran, Pleiades-1A serta kebanyakan satelit observasi bumi komersial lainnya saat ini yaitu dengan total 4 saluran yang berada pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared), sampai dengan yang terdiri dari ratusan saluran (hyperspektral) seperti contohnya Satelit Hyperion.

Citra Satelit dari Satelit Observasi Bumi dengan Sensor Aktif

Citra satelit yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan hasil rekaman dari satelit observasi bumi yang menggunakan sumber energi dari sinar matahari atau sumber panas lainnya.

Terdapat kelemahan dari penggunaan sumber energi di luar satelit itu sendiri (sensor pasif) yaitu citra satelit yang dihasilkan akan ikut menampilkan keberadaan awan (jika terdapat awan pada area perekaman ketika satelit melakukan pengambilan data), yang membuat seorang intrepreter akan kesulitan melakukan interpretasi objek pada citra satelit yang terhalang oleh awan. Selain itu satelit dengan sensor pasif tidak dapat melakukan perekaman di malam hari, karena sumber energinya terutama mengandalkan sinar matahari.

Untuk mengatasi kelemahan yang terdapat satelit dengan sensor pasif, maka dikembangkan juga satelit dengan sensor aktif.

Pengertian satelit dengan sensor aktif sendiri yakni sumber energi satelit berasal dari sensor yang tersemat pada satelit tersebut, dan tidak mengandalkan sumber energi di luar satelit seperti sinar matahari yang biasa digunakan oleh satelit dengan sensor pasif.

Keuntungan penggunaan satelit dengan sensor aktif yaitu kemampuannya “menembus” awan, perekaman dapat dilangsungkan pada malam hari, dan beberapa keunggulan lainnya.

Perbedaan Citra Satelit Optis Sensor Pasif dengan Citra Satelit Radar Sensor Aktif

Gambar 11. Perbedaan Citra Satelit dengan Sensor Pasif (Kiri) dan Sensor Aktif SAR (Kanan)
(Image Credit: Michigan Tech Volcanology)

Beberapa teknologi yang digunakan pada satelit dengan sensor aktif antara lain yakni teknologi Radio Detection and Ranging (RADAR) dan laser.

Saat ini hasil pengembangan teknologi RADAR di bidang pemetaan yang paling banyak digunakan yaitu Synthetic Aperture Radar (SAR) dan Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR), sedangkan untuk penggunaan teknologi laser yaitu pemakaian teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR).

Synthetic Aperture Radar (SAR)

Synthetic Aperture Radar (SAR) merupakan teknologi RADAR untuk merekam permukaan bumi dalam kenampakan dua dan tiga dimensi, dengan teknik perekaman menyamping, yang ditempatkan pada sebuah wahana yang bergerak seperti satelit atau pesawat terbang. Dinamakan sintetik (synthetic) karena tidak menggunakan antena panjang secara spesifik seperti pada Real Aperture Radar (RAR).

Saat ini beberapa citra satelit radar yang merupakan hasil perekaman dari satelit dengan penggunaan teknologi SAR yang banyak dikenal luas yaitu TerraSAR-X, TanDEM-X, Radarsat, ERS-1, ERS-2, Envisat, JERS-1, ALOS PALSAR.

TerraSAR-X dan TanDEM-X

TerraSAR-X dan TanDEM-X merupakan satelit radar kembar yang dimiliki oleh perusahaan Airbus Defence & Space. Citra satelit yang dihasilkan oleh Satelit TerraSAR-X dan TanDEM-X terdiri dari 6 (enam) mode yaitu Staring SpotLight (resolusi spasial dapat mencapai 25 cm), High Resolution SpotLight (resolusi spasial dapat mencapai 1 meter), SpotLight (resolusi spasial dapat mencapai 2 meter), StripMap (resolusi dapat mencapai 3 meter), ScanSAR (resolusi dapat mencapai 18.5 meter), dan Wide ScanSAR (resolusi spasial dapat mencapai 40 meter).

Citra Satelit TerraSAR-X

Gambar 12. Citra Satelit TerraSAR-X Wilayah Las Vegas (Winchester), Nevada, Amerika Serikat
(Image Copyright: Airbus Defence & Space)

Tujuan utama peluncuran Satelit TerraSAR-X dan TanDEM-X sendiri yaitu untuk menghasilkan citra satelit bebas awan serta mendapatkan produk hasil olahan lainnya berupa data Digital Elevation Model (DEM) WorldDEM yang memiliki resolusi spasial 12 meter dengan akurasi vertikal mencapai 2 meter.

DSM dan DTM WorldDEM

Gambar 13. DSM (Bagian Kiri) dan DTM (Bagian Kanan) WorldDEM Resolusi Spasial 12 Meter
(Image Copyright: Airbus Defence & Space)

Radarsat

Radarsat merupakan satelit kepunyaan negara Kanada, yang dioperasikan oleh Canadian Space Agency (Badan Antariksa Kanada). Program Satelit Radarsat sudah memasuki generasi ketiga yakni Radarsat 1 (tahun 1995 – 20013), Radarsat 2 (tahun 2007 – sekarang), dan Radarsat Constellation yang terdiri dari konstelasi 3 Satelit Radarsat terbaru (tahun 2019 – sekarang).

Untuk Citra Satelit Radarsat-1 terdapat 7 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),  Standard (resolusi spasial 25 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow (resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High Incidence (resolusi spasial 25 meter), dan Extended Low Incidence (resolusi spasial 30 meter).

Untuk Citra Satelit Radarsat-2 terdapat 12 mode yaitu Fine (resolusi spasial 8 meter),  Standard (resolusi spasial 30 meter), Wide (resolusi spasial 30 meter), ScanSAR Narrow (resolusi spasial 50 meter), ScanSAR Wide (resolusi spasial 100 meter), Extended High Incidence (resolusi spasial 18-27 meter), Extended Low Incidence (resolusi spasial 30 meter), Spotlight (resolusi spasial 3 meter), Ultra Fine (resolusi spasial 3 meter), Multi-Look Fine (resolusi spasial 8 meter), Fine Quad-Polarisation (resolusi spasial 8 meter), dan Standard Quad-Polarisation (resolusi spasial 30 meter).

Citra Satelit Radarsat

Gambar 14. Perbandingan Citra Satelit Optis yang Berkabut (Haze) dengan Citra Satelit Radarsat2 yang Bebas Kabut
(Image Copyright: Maxar Technologies)

ERS-1, ERS-2, dan Envisat

European Remote-Sensing Satellite (ERS) merupakan program satelit observasi bumi pertama dari European Space Agency (ESA – Badan Antariksa Eropa) yang beroperasi pada orbit polar, dan terdiri dari dua satelit yakni ERS-1 dan ERS-2.

Satelit ERS-1 (COSPAR 1991-050A) diluncurkan pada tanggal 17 Juli 1991 yang bertempat di Guiana Space Center, Guyana Prancis, Prancis, menggunakan roket pengangkut Ariane 4. Satelit ditempatkan pada orbit polar Sun-synchronous, pada ketinggian 782-785 km di atas permukaan bumi. Satelit ERS-1 berhenti beroperasi setelah hampir 9 tahun bertugas tepatnya tanggal 10 Maret 2000.

Pada Satelit ERS-1 selain instrument SAR, juga disematkan instrumen Radar Altimeter (RA), AlongTrack Scanning Radiometer (ATSR), Wind Scatterometer, dan Microwave Radiometer (MWR).

Setelah Satelit ERS-1 “pensiun”, pihak ESA meluncurkan satelit penerusnya yaitu ERS-2 (COSPAR 1995-021A). Satelit ini diluncurkan pada tanggal 21 April 1995, bertempat di Guiana Space Center, Guyana Prancis, Prancis, menggunakan roket pengangkut Ariane 4.

Spesifikasi Satelit ERS-2 hampir sama dengan ERS-1, namun dengan tambahan instrumen Global Ozone Monitoring Experiment (GOME), dan ATSR-2 yang termasuk 3 band tambahan pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) untuk mengamati secara khusus terkait vegetasi dan klorofil.

Satelit ERS-2 mengalami kerusakan sejak Februari 2001, dimana satelit tersebut beroperasi tanpa penggunaan gyroscopes, yang menyebabkan data yang dihasilkan mengalami penurunan kualitas. Satelit ERS-2 akhirnya mengakhiri masa baktinya pada tanggal 5 September 2011.

Citra Satelit Radar ERS-1 dan ERS-2

Gambar 15. Animasi Perbandingan Citra Satelit Radar di Wilayah Glasier Kangerdlugssuaq, Greenland, Pada Tahun Perekaman 1992 Menggunakan Citra Satelit ERS1 dan Tahun Perekaman 2011 Menggunakan Citra Satelit ERS2
(Image Copyright: ESA)

Setelah Satelit ERS-2 mengalami kerusakan sejak Februari 2001, pihak ESA sudah menyiapkan penggantinya yang mereka beri nama Satelit Envisat. Envisat meluncur pada tanggal 1 Maret 2002, dengan kualitas instrumen yang lebih mumpuni dibandingkan ERS-1 dan ERS-2.

Misi utama Satelit ERS-1, ERS-2, dan Envisat, yaitu mengumpulkan informasi terkait Bumi (permukaan bumi, air, es, dan atmosfer).

JERS-1

Japanese Earth Resources Satellite 1 (JERS-1) merupakan satelit observasi bumi milik Jepang yang dioperasikan oleh Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA – Badan Antariksa Jepang, dulu bernama NASDA).

JERS-1 atau yang memiliki nama lain Satelit FUYO-1, diluncurkan pada tanggal 11 Februari 1992 di Tanegashima Space Center, dan berhenti beroperasi pada tanggal 11 Oktober 1998 setelah mengalami kerusakan yang diduga pada bagian sistem perilaku satelit.

Satelit JERS-1 memuat instrumen utama sensor radar dan optis sekaligus yaitu L-Band (polarisasi HH) Synthetic Aperture Radar (SAR) serta Optical Sensor (OPS).

Sensor L-Band SAR menghasilkan resolusi spasial 25 meter, dengan luas liputan 75 km x 75 km, sedangkan sensor OPS menghasilkan citra satelit dengan resolusi spasial 20 meter, yang terdiri dari 7 band pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared), dengan luas liputan juga 75 km x 75 km.

Citra Satelit Radar JERS-1

Gambar 16. Citra Satelit Radar JERS1 di Wilayah Sekitar Gunung Taranaki, Jepang, Tanggal Perekaman 3 Februari 1994
(Image Copyright: JAXA/NASDA/MITI)

ALOS PALSAR

Melanjutkan proyek Satelit JERS-1, Pemerintah Jepang meluncurkan Satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS) pada 24 Januari 2006.

Pada Satelit ALOS ditambatkan 3 sensor yaitu Advanced Visible and Near-Infrared Radiometer – 2 (AVNIR – 2) dan Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) sebagai sensor optis, serta Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) sebagai sensor aktif radar.

Antena yang dimiliki oleh sensor PALSAR berukuran 8.9 m x 3.1 m (panjang x lebar), dan terdiri dari 80 modul pengirim (transmitting)/penerima (receiving) yang dipasang di bagian belakang panel antena.

PALSAR memiliki 4 mode operasional yakni:

  • Fine resolution Beam (FB): mode ini terdiri dari 18 pilihan dalam kisaran sudut perekaman antara 9.9 derajat dan 58 derajat, masing-masing dengan 4 pilihan polarisasi yaitu polarisasi tunggal HH (Horizontal Horizontal) atau VV (Vertikal Vertikal), dan polarisasi ganda HH + HV atau VV + VH. Bandwith pada polarisasi tunggal yakni 28 MHz dan 14 MHz pada polarisasi ganda;
  • Polarimetrik 14 MHz: menyediakan matriks hamburan quadpolarization yang penuh (HH+HV+VH+VV), dengan 12 sudut perekaman antara 9.7 derajat dan 26.2 derajat;
  • ScanSAR: tersedia hanya pada satu polarisasi (HH atau VV);
  • Transmisi langsung (atau downlink): merupakan mode cadangan kontingensi yang memungkinkan downlink dari data mode FB ke stasiun bumi lokal jika Data Relay and Test Satellite (DRTS) menjadi tidak tersedia.
Citra Satelit Radar ALOS Palsar

Gambar 17. Citra Satelit Radar ALOS Palsar Wilayah Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, Indonesia, Polarisasi HH
(Image Copyright: JAXA)

Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR)

IFSAR merupakan teknik perekaman sebuah wilayah menggunakan sensor aktif radar dari dua posisi atau waktu yang berbeda, sehingga diperoleh informasi tiga dimensi dari wilayah tersebut.

Untuk sensor radar yang ditempatkan pada dua posisi berbeda dalam satu wahana yang terpisah dalam beberapa meter disebut dengan metode singlepass interferometry. Salah satu contoh data hasil penggunaan teknik singlepass interferometry yang terkenal yaitu data Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dengan resolusi spasial mencapai 30 meter, yang saat ini dapat kita peroleh secara gratis.

Sedangkan untuk perekaman sebuah wilayah menggunakan satu sistem radar dari dua posisi orbit yang berbeda sehingga proses perekamannya berbeda hitungan hari disebut dengan metode multiplepass interferometry.

Data IFSAR komersial yang saat ini paling banyak dikenal yaitu IFSAR dari perusahaan InterMap dengan resolusi spasial 1 meter, 5 meter, 6 meter, dan 10 meter, dengan akurasi vertikal dapat mencapai 1 meter dan akurasi horizontal mencapai 3.5 meter.

IFSAR InterMap

Gambar 18. Contoh Tampilan Data IFSAR dari InterMap yaitu NEXTMap 5 dengan Resolusi Spasial 5 Meter. Dari Kiri ke Kanan Merupakan data Digital Terrain Model (DTM), Digital Surface Model (DSM), dan Orthorectified Radar Imagery (ORI) dari NEXTMap 5
(Image Copyright: InterMap)

Light Detection and Ranging (LiDAR)

Light Detection and Ranging (LiDAR) merupakan teknologi penginderaan jauh berupa penyematan sensor aktif pada sebuah wahana, yang memancarkan sumber energi sendiri berupa cahaya dalam bentuk laser, untuk mendapatkan detail objek permukaan bumi yang direkamnya.

LiDAR

Gambar 19. Light Detection and Ranging (LiDAR)
(Sumber Gambar: bit.ly/38vhdu1)

Sensor LiDAR biasanya dipasang pada sebuah wahana bergerak seperti pesawat, dan saat ini telah banyak juga disematkan pada drone ataupun mobil, serta wahana lainnya, dengan prinsip kerja berupa pemancaran pulsa laser dari sensor menuju objek yang hendak direkam, dimana pantulan pulsa laser dari objek tersebut direkam oleh sensor.

Contoh Tampilan Data LiDAR

Gambar 20. Contoh Tampilan Data LiDAR
(Sumber Gambar: bit.ly/2BJzQhZ)

Sensor LiDAR mampu merekam beberapa pantulan dari objek di area perekaman yang disebut dengan multiple wave.

Hasil perekaman dapat berupa pantulan dari objek-objek di atas permukaan bumi seperti bangunan, kanopi pohon, serta objek-objek lainnya, sehingga nantinya dapat dibuat data Digital Surface Model (DSM), sedangkan pantulan lainnya dapat berasal langsung dari permukaan tanah (ground), sehingga nantinya dapat dibuat data Digital Terrain Model (DTM).

DSM dan DTM LiDAR

Gambar 21. Hasil Pantulan dari Objek di atas Permukaan Tanah (Kiri) dan pada Permukaan Tanah (Kanan)
(Sumber Gambar: bit.ly/38vhdu1)

Pada wahana, tidak hanya disematkan sensor LiDAR, namun juga alat Ground Positioning System (GPS) serta Inertial Measurement Unit (IMU).

Sensor dan Alat pada LiDAR

Gambar 22. Sensor dan Alat pada LiDAR
(Sumber Gambar: bit.ly/3grjRUo)

GPS digunakan untuk merekam posisi koordinat pada sistem proyeksi tertentu, yang dipasang selain pada wahana (diistilahkan sebagai Rover), juga ditempatkan di permukaan tanah (diistilahkan dengan Base Station).

Sedangkan IMU digunakan sebagai alat perekam kesalahan posisi maupun rotasi wahana ketika proses perekaman berlangsung. Hasil rekaman dari IMU digunakan untuk proses koreksi ketinggian hasil perekaman LiDAR.

Keunggulan dari penggunaan teknologi LiDAR ini antara lain proses perekamaan Area of Interes (AoI) dapat dilakukan pada malam hari karena menggunakan sensor aktif, proses perekaman objek lebih cepat dan area cakupannya juga lebih luas dibandingkan survei terestris, biaya lebih murah dan efisien jika dibandingkan survei terestris (dalam cakupan luas – lebih dari 1000 hektar), serta beberapa keunggulan lainnya.

Ada keunggulan, tentu juga ada kekurangannya, begitu juga dengan teknologi LiDAR. Berbeda dengan teknologi SAR yang dapat “menembus awan”, maka teknologi penggunaan LiDAR masih terkendala oleh kondisi cuaca, dimana area yang terhalang awan atau kabut menyebabkan pengukuran tidak presisi. Selain itu hasil perekaman pada objek di permukaan bumi yang terdapat air atau dalam kondisi basah, maka hasilnya juga kurang baik, karena pulsa laser lebih banyak diserap objek tersebut dibandingkan dipantulkan kembali.

Citra Satelit dari Satelit Cuaca/Meteorologi

Citra satelit yang dihasilkan dari satelit cuaca memberikan informasi terkait liputan awan suatu wilayah, lokasi kebakaran hutan dan sebaran asap hasil kebakaran, lokasi letusan gunung berapi dan sebaran abu hasil erupsi, identifikasi awan, serta beberapa manfaat lainnya.

Citra satelit cuaca yang paling dikenal saat ini yaitu Citra Satelit Himawari yang dihasilkan dari hasil perekaman Satelit Himawari (nama lainnya Satelit Geostasionary Meteorological Satellites untuk satelit generasi 1-5 dan Satelit MTSAT untuk satelit generasi 1, 1R, dan 2).

Satelit Himawari merupakan satelit cuaca kepunyaan Jepang, yang dioperasikan oleh Japan Meteorological Agency (JMA – Badan Meteorologinya negara Jepang), dan saat ini sudah memasuki generasi ke 9.

Dan berikut daftar status misi Satelit Himawari dari generasi pertama hingga 9:

Satelit Himawari

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri selaku lembaga Pemerintah Indonesia non departeman yang mempunyai tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Indonesia, menggunakan Citra Satelit Himawari 8 untuk berbagai keperluan seperti Citra Satelit Himawari 8 hasil olahan warna natural yang digunakan untuk mengamati proses konvektifitas, ketebalan awan, serta mikrofisis awan, kemudian Citra Satelit Himawari 8 IR Enhanced yang digunakan untuk mengetahui suhu puncak awan yang nantinya berhubungan dengan pertumbuhan dan potensi pembentukan awan, serta berbagai produk data Citra Satelit Himawari 8 hasil olahan yang lain.

Citra Satelit Himawari 8

Gambar 23. Contoh Tampilan Citra Satelit Himawari 8 IR Enhanced Tanggal Perekaman 1 Juli 2020
(Image Copyright: JMA; Courtesy of BMKG)

Pada gambar di atas, warna hitam atau biru menunjukkan kondisi yang cerah di wilayah tersebut karena tidak terjadi pembentukan awan yang banyak, sedangkan warna mendekati jingga hingga merah menunjukkan pertumbuhan awan yang signifikan yang berpotensi terbentuknya awan Cumulonimbus. Klasifikasi warna tersebut berdasarkan suhu puncak awan hasil dari pengukuran radiasi pada panjang gelombang 10.4 mikrometer. Semakin dingin suhu puncak awan maka potensi pembentukan awan semakin besar.

Manfaat Citra Satelit Observasi Bumi

Citra satelit baik yang menggunakan sensor optis pasif ataupun aktif, saat ini sudah biasa digunakan dalam berbagai bidang untuk memudahkan pekerjaan yang tengah dilakukan.

Manfaat penggunaan citra satelit untuk berbagai bidang tersebut antara lain:

  • Bidang Pertambangan dan Energi:
    • Digunakan sebagai data dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau perizinan lainnya;
    • Salah satu data yang digunakan dalam laporan area tambang yang dimiliki sebuah perusahaan kepada kementrian terkait;
    • Perencanaan site plan area pertambangan;
    • Monitoring luasan area tambang yang dimiliki perusahaan dari waktu ke waktu;
    • Perencanaan dan monitoring rehabilitasi lahan hasil kegiatan pertambangan;
    • Monitoring kegiatan pertambangan ilegal dan PETI;
    • Inventarisasi potensi area pertambangan;
    • Monitoring perubahan tutupan lahan di area tambang dan sekitarnya;
    • Inventarisasi potensi dan perencanaan lokasi pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
  • Bidang Pertanian dan Perkebunan:
    • Melakukan observasi pada lahan yang luas, petak tanaman hingga tiap individu tanaman;
    • Melakukan identifikasi jenis tanaman dan kondisi tanah, potensi panen, efektifitas pengairan, kesuburan dan penyakit tanaman, kandungan air;
    • Secara berkala (time series) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman, laju perubahan jenis tanaman, perubahan atau alih fungsi lahan pertanian;
    • Menghitung jumlah pohon dan volume hasil panen komoditi perkebunan;
    • Perencanaan  pola tanam perkebunan;
    • Perencanaan peremajaan tanaman perkebunan.
  • Bidang Kehutanan:
    • Monitoring batas-batas fungsi kawasan hutan;
    • Identifikasi wilayah habitat satwa;
    • Identifikasi perubahan kawasan hutan akibat illegal loging;
    • Inventarisasi potensi sumber daya hutan;
    • Pemetaan kawasan unit-unit pengelolaan hutan;
    • Perencanaan lokasi reboisasi.
  • Bagi Unit Pengelolaan Hutan HTI:
    • Perencanaan pembagian areal usaha ke dalam bentuk blok, petak dan anak petak;
    • Perencanaan lokasi camp, lokasi menara pengawas, lokasi persemaian, dan lain-lain;
    • Monitoring pertumbuhan tanaman dan areal siap panen.
  • Bagi Unit Pengelolaan Hutan HPH:
    • Inventarisasi luas lahan HPH;
    • Menghitung potensi volume kayu;
    • Perencanaan dan pembuatan site plan;
    • Perencanaan jalur transportasi loging;
    • Mengidentifikasi batas kawasan;
    • Evaluasi laju produksi.
  • Secara berkala (time series) digunakan untuk:
    • Memantau laju kerusakan hutan (deforestation);
    • Memantau perubahan lahan pada kawasan hutan;
    • Memantau keberhasilan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN).
  • Bidang Arsitek dan Konstruksi:
    • Desain dan perencanaan tapak konstruksi;
    • Desain dan perencanaan landscape konstruksi;
    • Perbaikan proses desain;
    • Monitoring proses konstruksi.
  • Bidang Perencanaan dan Pembangunan Wilayah:
    • Pembuatan peta detail penggunaan lahan;
    • Perencanaan tata ruang, DED, dan landscape pembangunan;
    • Pemetaan kawasan rawan bencana alam;
    • Pemantauan dan penanggulangan bencana alam.
  • Bidang Entertainment dan Pelatihan:
    • Simulasi terbang pada pelatihan pilot;
    • Visualisasi 3 dimensi relief permukaan bumi pada industri film dan game.
  • Bidang Pertahanan dan Intelijen:
    • Mendukung operasi intelijen;
    • Operasi tempur;
    • Operasi teritorial;
    • Operasi militer selain perang.

Cara Mendapatkan Citra Satelit

Citra satelit komersial dapat diperoleh siapa saja baik itu dari instansi pemerintahan, perusahaan swasta, ataupun perorangan.

Anda dapat memesan data original citra satelit komersial beserta pengolahannya dan juga mapping di Map Vision Indonesia. Kami telah berpengalaman menangani ratusan pekerjaan pengadaan dan pengolahan citra satelit optis dan radar dengan berbagai resolusi dari beragam vendor sejak tahun 2013.

Untuk mengetahui ketersediaan data original citra satelit pada area yang hendak Anda order, silahkan Anda mengirimkan data area order dalam format data shapefile (.shp), atau CAD files (.dwg atau .dxf), atau Google Earth files (.kml atau .kmz), atau titik-titik koordinat area order dengan sistem proyeksi UTM atau Geodetik dengan datum WGS 84.

Setelah Anda mengirimkan area order, kami akan melakukan pengecekan ketersediaan data citra satelit yang mencakup area order sesuai dengan spesifikasi yang Anda inginkan.

Jika Anda tidak familiar dengan format data area order di atas, atau terdapat berbagai pertanyaan seputar citra satelit, maka Anda dapat berkonsultasi dengan kami terlebih dahulu untuk pembuatan area order serta hal lainnya, melalui nomor telepon (WA/SMS/Telepon) berikut:

0857 2016 4965 (INDOSAT) atau 0878 2292 5861(XL)

Sumber Utama:
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR (Teori dan Praktek). Jakarta: PT. LABSIG INDERAJA ISLIM

ALOS. Diakses Tanggal 4 Juli 2020.
European Remote-Sensing Satellite. Diakses Tanggal 3 Juli 2020.
JERS-1. Diakses Tanggal 4 Juli 2020.
Radarsat. Diakses Tanggal 4 Juli 2020.

POSTINGAN MENARIK LAINNYA:

1). [Tutorial] Membuka File Geodatabase di QGIS versi 3.x

2). [Tutorial] Menampilkan Informasi Cuaca di QGIS

3). [Tutorial] Cara Memperoleh Anotasi di Google Maps

4). [Tutorial] Membuat Area Buffer dalam Beberapa Radius Menggunakan QGIS

5). [Tutorial] Membuat Grid di QGIS

Author: Map Vision IndonesiaMap Vision Indonesia merupakan team yang berisikan praktisi di bidang Citra Satelit, Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Sistem Informasi Geografis (SIG), serta Pemetaan pada umumnya. Kami telah berpengalaman khususnya mengerjakan ratusan proyek pengadaan dan pengolahan serta mapping data citra satelit berbagai resolusi dari beragam vendor sejak tahun 2013.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: