Map Vision Indonesia

Citra Satelit untuk IUP OP

Last Updated on January 31, 2025 by Map Vision Indonesia

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atau yang disingkat IUP OP merupakan izin yang diberikan kepada sebuah badan usaha, koperasi, dan perseorangan, yang didapatkan melalui lelang (untuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara) atau permohonan (untuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan), untuk melaksanakan tahapan kegiatan operasi produksi dalam usaha pertambangan.

BACA JUGA:

1). Citra Satelit untuk Pertambangan

2). Citra Satelit untuk Lingkungan

3). Perkembangan Pembangunan Pulau Buatan oleh Vietnam di Laut Cina Selatan dilihat dari Citra Satelit

4). Melihat Ibu Kota Baru Negeri Piramida dari Citra Satelit

5). Melihat Ambruknya Jembatan Francis Scott Key dari Citra Satelit

IUP OP diberikan setelah tahapan pelaksanaan IUP Eksplorasi selesai dilakukan. IUP Eksplorasi sendiri adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 1806 K/30 MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, serta Laporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, maka para pemegang IUP diharuskan melampirkan data original beserta data olahan citra satelit resolusi tinggi warna natural yang telah terkoreksi geometrik, dalam laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahunan.

Lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 1806 K/30 MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, serta Laporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 1806 K/30 MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, serta Laporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Pada Kepmen tersebut hanya menyebutkan citra satelit yang diperlukan mempunyai resolusi spasial yang tinggi, dan tidak dicantumkan secara spesifik berapa minimal resolusi spasial yang diperlukan. Hal ini memang sedikit membuat kami bingung, berhubung penggunaan istilah citra satelit resolusi tinggi ini batasannya kurang jelas. Pada beberapa literatur, citra satelit dengan kelas resolusi spasial minimal 1 meter itu dikategorikan sebagai citra satelit resolusi sangat tinggi (very high resolution), namun kerap kali juga kami menemukan di Indonesia bahwa citra satelit dengan kelas resolusi spasial minimal 1 meter diklasifikasikan sebagai citra satelit resolusi tinggi. Berhubung tiada keterangan batasan minimal resolusi spasialnya, maka untuk amannya citra satelit yang digunakan pada Kepmen di atas adalah citra satelit yang mempunyai kelas resolusi spasial minimal 1 meter.

Dan berikut ini beberapa citra satelit dengan kelas resolusi spasial minimal 1 meter yang sudah banyak digunakan di Indonesia:

1). Citra Satelit dari Maxar Intelligence (Resolusi Spasial Kelas 30 cm dan 50 cm)

Data Olahan Citra Satelit WorldView-2 Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan (Image Copyright: Maxar Intelligence; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Data Olahan Citra Satelit WorldView2 Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan
(Image Copyright: Maxar Intelligence; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Maxar Intelligence merupakan bagian dari perusahaan Maxar yang mempunyai spesialisasi dalam penyediaan data citra satelit.

Saat ini terdapat 5 jenis satelit yang tengah beroperasi menghasilkan citra satelit dengan resolusi sangat tinggi yakni:

(Silahkan klik pada masingmasing satelit untuk penjelasan lebih detail)

Selain itu juga terdapat satelit lainnya yaitu:

Namun, dua satelit tersebut (QuickBird & Ikonos) sudah berhenti beroperasi pada tahun 2015 silam, sehingga data yang dapat diperoleh dimulai dari awal beroperasi (tahun 1999 untuk Ikonos dan tahun 2001 untuk QuickBird) sampai dengan tahun 2015, sedangkan untuk Satelit WorldView4 mengalami kerusakan pada tahun 2019, sehingga juga harus mengakhiri masa beroperasinya jauh lebih dini dari masa hidupnya yang dirancang selama maksimal 12 tahun dari ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 2016.

Mengacu pada Kepmen di atas, maka Citra Satelit GeoEye1, WorldView2, WorldView3, dan WorldView Legion, bisa digunakan sebagai data citra satelit yang dilampirkan pada laporan RKAB Tahunan, karena merupakan citra satelit multispektral (lebih dari 1 band), dimana 3 band diantaranya berada pada spektrum elektromagnetik cahaya tampak (visible) yang terdiri dari band merah (red), hijau (green), dan biru (blue), yang dapat dikombinasikan untuk mendapatkan citra satelit dengan tampilan warna natural. Sedangkan untuk Citra Satelit WorldView1 tidak dapat digunakan karena hanya terdiri dari 1 band sehingga tidak dapat menghasilkan citra satelit dengan tampilan warna natural dan hanya mampu menampilkan tampilan warna hitam putih untuk default-nya.

Produk citra satelit dari Maxar Intelligence yang dulu bernama DigitalGlobe ini merupakan citra satelit yang populer di tanah air dan juga dunia berhubung merupakan citra satelit pertama yang mempunyai resolusi spasial sangat tinggi yang datanya sudah tersedia sejak tahun 1999.

2). Citra Satelit Pleiades1A & Pleiades1B serta Pleiades Neo (Resolusi Spasial Kelas 30 cm dan 50 cm)

Citra Satelit Pleiades Neo di Areal Tambang Terbuka

Data Olahan Citra Satelit Pleiades Neo Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Menyaingi keberadaan satelitsatelit penghasil citra dengan resolusi spasial sangat tinggi kepunyaan Maxar Intelligence, perusahaan besar asal Prancis, Airbus, lewat anak perusahaannya yang bernama Airbus Defence & Space, membuat Satelit Pleiades1A yang meluncur pada 16 Desember 2011.

Berselang hampir 1 tahun kemudian atau tepatnya 2 Desember 2012, mereka meluncurkan satelit kembarannya yang mempunyai spesifikasi sama dengan pendahulunya, yang mereka beri nama Pleiades1B. Kedua satelit tersebut menghasilkan citra dengan resolusi spasial kelas 50 cm (0,5 m), yang terdiri dari 4 band (merah, hijau, biru, dan inframerah dekat).

Citra Satelit Pleiades1A & 1B secara cepat dikenal luas oleh masyarakat pengguna data citra satelit resolusi sangat tinggi di Indonesia dan dunia, selain berkat besarnya perusahaan induk mereka yakni Airbus yang dapat secara masif melakukan promosi serta kecanggihan dan kecepatan dalam distribusi datanya, juga disebabkan beberapa strategi yang mereka terapkan berupa harga yang lebih rendah dibandingkan produk citra satelit resolusi sangat tinggi dari Maxar Intelligence pada kelas resolusi spasial yang sama, penambahan area atau buffer untuk luasan data yang diorder – jadi misalnya kita order Citra Satelit Pleiades1A/1B dengan luasan area order 25 km2, maka luasan area order yang kita terima akan lebih dari 25 km2, cepatnya ketersediaan data yang kita order, serta beberapa hal lainnya.

Untuk harga Citra Satelit Pleiades1A dan 1B yang lebih rendah dibandingkan citra satelit dari Maxar Intelligence selain soal strategi marketing dari perusahaan Airbus Defence & Space, juga karena memang resolusi spasial asli kedua citra satelit tersebut walau dengan sudut perekaman yang rendah, berada pada kisaran resolusi spasial 70 cman. Namun, berkat teknologi tinggi terkait resampling resolusi data yang mereka miliki, resolusi spasial akhir Citra Satelit Pleiades1A dan 1B yang diberikan kepada pihak customer yaitu 50 cm (0,5 m), dengan tampilan yang tidak terlalu kentara berbeda kenampakannya dibanding citra satelit dengan resolusi spasial asli 50 cman.

Tidak berhenti pada citra satelit dengan resolusi spasial kelas 50 cm, Airbus Defence & Space pada tahun 2021 meluncurkan 2 satelit yang menghasilkan citra dengan resolusi spasial kelas 30 cm (0,3 m) dengan nama konstelasi Satelit Pleiades Neo, untuk menyaingi keberadaan Satelit WorldView3, WorldView4 (sudah berhenti beroperasi karena mengalami kerusakan), serta belakangan konstelasi Satelit WorldView Legion miliknya Maxar Intelligence, yang memproduksi citra satelit dengan resolusi spasial kelas 30 cm (0,3 m).

Awalnya sendiri, konstelasi Satelit Pleiades Neo akan dijalankan oleh 4 satelit, namun sayangnya 2 Satelit Pleiades Neo yang tersisa urung mengorbit di angkasa setelah mengalami kegagalan peluncuran pada akhir 2022 silam. Berdasarkan rilis resmi terakhir dari Airbus Defence & Space, mereka saat ini tengah dalam pengerjaan proyek terbaru yaitu pembuatan Satelit Pleiades Neo Next yang nantinya akan menghasilkan citra satelit dengan kelas resolusi spasial lebih tinggi lagi dibandingkan Satelit Pleiades Neo, yang diperkirakan akan mempunyai kelas resolusi spasial antara 25 cm (0,25 m) atau 20 cm (0,2 m),  yang akan menjadikannya sebagai citra satelit dengan resolusi spasial tertinggi untuk tujuan komersial. Hal ini juga seperti mengindikasikan bahwa Airbus Defence & Space sudah tidak akan melanjutkan proyek pembuatan 2 Satelit Pleiades Neo untuk menggantikan yang mengalami kegagalan peluncuran sebelumnya, namun langsung menggantikannya dengan Satelit Pleiades Neo Next.

3). Citra Satelit Jilin (Resolusi Spasial Kelas 50 cm, 75 cm, dan 100 cm)

Data Olahan Citra Satelit SkySat Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau

Data Olahan Citra Satelit SkySat Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau
(Image Copyright: Maxar Intelligence; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Citra Satelit Jilin saat ini tengah merangsek ke permukaan dan mulai banyak digunakan oleh masyarakat dunia, berkat tingkat ketersediaan datanya yang lebih banyak dibandingkan kompetitornya.

Beberapa waktu yang lalu salah satu kendala terkait citra satelit dengan resolusi spasial sangat tinggi yakni tingkat ketersediaan datanya di suatu wilayah terkadang berjumlah sangat sedikit dalam satu tahunnya. Kerap kali kami menemukan dalam satu tahun di sebuah wilayah Indonesia hanya tersedia 23 tanggal perekaman saja atau bahkan di beberapa wilayah ditemukan tidak ada data sama sekali pada suatu tahun tertentu. Padahal pihak pembeli terkadang menginginkan data pada satu bulan atau tanggal perekaman tertentu dalam tahun tersebut yang ingin mereka beli, namun dengan jumlah data yang tersedia sedikit, maka mereka akhirnya mau gak mau mengambil data yang tersedia saja atau akhirnya tidak jadi membeli dan coba beralih ke citra satelit dengan resolusi spasial lebih rendah. Belum ditambah dengan kendala tutupan awan pada citra satelit optis, yang membuat data yang tersedia pun tidak dapat digunakan karena Area of Interest (AoI) atau Fokus Area milik pembeli tertutup awan tebal sehingga informasi objek yang berada di bawah tutupan awan tersebut tidak diketahui. Kendala tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan proses pengolahan cloud remove (menghilangkan awan) dengan mengganti keberadaan awan pada citra satelit utama dengan citra satelit lain yang bebas awan pada area yang berawan pada citra satelit utama, namun masalahnya terkadang data citra satelit lainnya pada waktu perekaman tertentu tidak tersedia atau terdapat awan tebal juga pada area berawan pada citra satelit utamanya.

Kendala tersebut disadari betul oleh perusahaanperusahaan penyedia citra satelit resolusi sangat tinggi dan oleh karenanya dalam proyekproyek terbaru, mereka membuat satelit yang dapat kembali ke tempat semula (revisit time) lebih cepat lagi dengan kemampuan mencakup luasan permukaan Bumi dalam satu perekaman lebih luas lagi. Selain itu, mereka juga menciptakan sebuah konstelasi yang terdiri lebih dari satu satelit dengan waktu peluncuran yang tidak berselang lama, seperti konstelasi Satelit WorldView Legion yang rencana akhirnya akan berjumlah 8 satelit (sampai dengan tahun 2024 sudah 4 Satelit WorldView Legion beroperasi) atau konstelasi Satelit Pleiades Neo yang rencana awalnya berjumlah 4 satelit sebelum akhirnya hanya berjumlah 2 satelit setelah 2 satelit mengalami kegagalan peluncuran.

Namun, berhubung konstelasi satelit tersebut baru banyak beroperasi belakangan ini, kendala yang terjadi berupa minimnya ketersediaan data di beberapa wilayah pada beberapa waktu sebelumnya dan saat ini juga, berhasil diminimalisir oleh keberadaan Citra Satelit Jilin. Sampai dengan tahun 2021, sudah 60 Satelit Jilin beroperasi yang menghasilkan citra satelit dengan kelas resolusi spasial antara 0,5 meter sampai dengan 1 meter, di mana rencana akhirnya konstelasi satelit tersebut akan berjumlah 138 satelit. Jumlah satelit yang sangat luar biasa banyak jika dibandingkan dengan satelit penghasil citra satelit resolusi sangat tinggi yang tengah beroperasi dari Maxar Intelligence yang berjumlah 9 satelit dan 4 satelit dari Airbus Defence & Space.

Dengan jumlah satelit yang jauh lebih banyak dibandingkan pesaingnya, ketersediaan data Citra Satelit Jilin juga jauh lebih melimpah dibandingkan kompetitornya. Hal tersebut yang akhirnya banyak membuat Citra Satelit Jilin saat ini banyak digunakan.

Dibalik keunggulannya berupa jumlah ketersediaan data yang banyak, Citra Satelit Jilin mempunyai kelemahan berupa inkonsistensi tampilan datanya. Terkadang data yang dihasilkan memiliki tampilan yang baik, namun kerap kali juga tampilannya seperti kurang jelas.

4). Citra Satelit SkySat (Resolusi Spasial Kelas 50 cm dan 100 cm)

Data Olahan Citra Satelit SkySat Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau

Data Olahan Citra Satelit SkySat Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau
(Image Copyright: Maxar Intelligence; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Selain Jilin, SkySat juga merupakan konstelasi satelit mini penghasil citra dengan kelas resolusi spasial antara 50 cm (0,5 m) sampai dengan 100 cm (1 meter), yang terdiri dari banyak sekali satelit. Sampai tahun 2020, terdapat 21 Satelit SkySat yang mengorbit di luar angkasa.

Namun, walau jumlah satelitnya banyak, ketersediaan datanya tidaklah masif. Hal ini terkait dengan cakupan area yang dapat direkam oleh Satelit SkySat dalam satu kali perekaman tidak terlalu luas dibandingkan kompetitornya.

Terdapat kekurangan cukup fatal dari salah satu produk keluaran Citra Satelit SkySat yaitu SkySat Collect Product, di mana ditemukan hasil mosaic di area pertampalan antar scene tidaklah match (koreksi geometrik antar scene tidak diperhatikan), seperti ditunjukkan area yang ditandai warna merah pada gambar di bawah ini:

Selain itu hasil mosaic antar scene dari data original Citra Satelit SkySat Collect Product tidak memperhatikan kondisi atmosferik dan juga kesesuaian warna dari masingmasing scene yang digabungkan, seperti diperlihatkan gambar di bawah ini:

Untuk kesalahan berupa tidak matchnya objek antar scene, maka hal tersebut sudah tidak dapat diperbaiki karena data original yang kami dapatkan sudah dalam bentuk penggabungan (mosaic), sedangkan untuk tampilan kondisi atmosferik yang berbeda antar scene, dapat direduksi dengan proses pengolahan, seperti contohnya dapat Anda lihat pada gambar di bawah ini:

Citra Satelit SkySat Collect Product merupakan hasil penggabungan dari 60 scene data original Citra Satelit SkySat pada satu tanggal perekaman yang sama dalam sebuah frame berukuran 20 x 5,9 km, di mana data tersebut sudah dilakukan penggabungan (mosaic) dan orthorektifikasi. Satu scene data Citra Satelit SkySat sendiri hanya mencakup area seluas 2,5 km2.

5). Citra Satelit High Definition dari Maxar Intelligence dan Airbus Defence & Space (Resolusi Spasial Kelas 15 cm)

HD15 Citra Satelit Pleiades Neo

Citra Satelit HD15 dari Airbus Defence & Space dengan Resolusi Spasial Kelas 15 cm di area Grand Palais, Paris
(Image Copyright: Airbus Defence & Space)

Citra Satelit HD Imagery 15 cm dari Maxar Technologies

Citra Satelit HD15 dari Maxar Intelligence dengan Resolusi Spasial Kelas 15 cm
(Image Copyright: Maxar Intelligence)

Melalui penggunaan teknologi tinggi kepunyaan perusahaan Maxar Intelligence dan Airbus Defence & Space, saat ini tersedia data citra satelit dengan resolusi spasial kelas 15 cm (0,15 m) yang diberi nama High Definition Satellite Imagery.

Citra satelit tersebut tidak dihasilkan langsung dari satelit penghasil citra dengan resolusi spasial kelas 15 cm, namun dari hasil pengolahan lebih lanjut citra satelit dengan resolusi spasial kelas 30 cm (0,3 m) menggunakan teknologi Artificial Intelligence serta teknologi lain yang dikembangkan dan dimiliki oleh 2 perusahaan penyedia citra satelit tersebut.

Untuk sumber data HD 15 cm dari perusahaan Maxar Intelligence berasal dari Citra Satelit WorldView Legion, WorldView3, dan WorldView4, yang ketiganya menghasilkan citra dengan kelas resolusi spasial 30 cm (0,3 m), sedangkan sumber data perusahaan Airbus Defence & Space berasal dari Citra Satelit Pleiades Neo. Citra satelit yang menjadi sumber data dipilih dari citra sateit dengan sudut perekaman maksimal 20 derajat.

Citra satelit HD 15 cm saat ini merupakan citra satelit dengan kelas resolusi spasial tertinggi yang memberikan tampilan paling detail untuk citra satelit komersial walaupun bukan resolusi yang asli atau “native”.

Selain daftar citra satelit di atas, terdapat juga Citra Satelit KOMPSAT, SuperView, KazEOSat, serta beberapa citra satelit resolusi spasial sangat tinggi lainnya, namun ketersediaan datanya untuk wilayah Indonesia tidak sebanyak data citra satelit yang terdapat pada daftar di atas.

***

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 266.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan Pemrosesan Perluasan Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam Rangka Konservasi Mineral dan Batu bara, pada Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab II Metode, Peralatan, dan Pengumpulan Data, SubBab 2.1 Pengumpulan data dan Informasi huruf e yang tertulis: berisikan tentang: datadata teknis yang mendukung alasan permohonan perluasan wilayah yang meliputi: citra satelit atau foto udara di wilayah yang dimohonkan.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 266.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan Pemrosesan Perluasan Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam Rangka Konservasi Mineral dan Batu bara, pada Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab II Metode, Peralatan, dan Pengumpulan Data, Sub-Bab 2.1 Pengumpulan data dan Informasi huruf e yang tertulis: berisikan tentang: data-data teknis yang mendukung alasan permohonan perluasan wilayah yang meliputi: citra satelit atau foto udara di wilayah yang dimohonkan.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 266.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan Pemrosesan Perluasan Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam Rangka Konservasi Mineral dan Batu bara, pada Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab II Metode, Peralatan, dan Pengumpulan Data, SubBab 2.1 Pengumpulan data dan Informasi huruf e yang tertulis: berisikan tentang: datadata teknis yang mendukung alasan permohonan perluasan wilayah yang meliputi: citra satelit atau foto udara di wilayah yang dimohonkan.

Penggunaan citra satelit diperlukan untuk interpretasi terhadap adanya kemenerusan struktur geologi yang mendukung indikasi kemenerusan mineralisasi di wilayah yang dimohonkan, yang nantinya harus dijabarkan oleh pemegang IUP pada Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab III Analisis, SubBab 3.1 Interpretasi Data dan Informasi Penyelidikan Awal huruf d yang tertulis: berisikan tentang: interpretasi hasil dari data dan/atau informasi penyelidikan awal yang meliputi: interpretasi data citra satelit atau foto udara terhadap adanya kemenerusan struktur geologi yang mendukung indikasi kemenerusan mineralisasi di wilayah yang dimohonkan. Hasil interpretasi citra satelit tersebut nantinya akan menjadi bahan evaluasi teknis aspek konservasi mineral dan batubara.

Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab III Analisis, Sub-Bab 3.1 Interpretasi Data dan Informasi Penyelidikan Awal huruf d yang tertulis: berisikan tentang: interpretasi hasil dari data dan/atau informasi penyelidikan awal yang meliputi: interpretasi data citra satelit atau foto udara terhadap adanya kemenerusan struktur geologi yang mendukung indikasi kemenerusan mineralisasi di wilayah yang dimohonkan. Hasil interpretasi citra satelit tersebut nantinya akan menjadi bahan evaluasi teknis aspek konservasi mineral dan batubara.

Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK di Bab III Analisis, SubBab 3.1 Interpretasi Data dan Informasi Penyelidikan Awal huruf d yang tertulis: berisikan tentang: interpretasi hasil dari data dan/atau informasi penyelidikan awal yang meliputi: interpretasi data citra satelit atau foto udara terhadap adanya kemenerusan struktur geologi yang mendukung indikasi kemenerusan mineralisasi di wilayah yang dimohonkan. Hasil interpretasi citra satelit tersebut nantinya akan menjadi bahan evaluasi teknis aspek konservasi mineral dan batubara.

 

Berikutnya, pada Lampiran B. PetaPeta (skala detail) dalam Laporan Eksplorasi Akhir dan/atau Laporan Eksplorasi Lanjutan Komoditas Mineral Logam, diperlukan Peta Tata Guna Lahan. Untuk memperolah Peta Tata Guna Lahan salah satunya bisa didapatkan dari hasil interpretasi objekobjek yang terdapat pada citra satelit di WIUP atau WIUPK.

Lampiran B. Peta-Peta (skala detail) dalam Laporan Eksplorasi Akhir dan/atau Laporan Eksplorasi Lanjutan Komoditas Mineral Logam, diperlukan Peta Tata Guna Lahan. Untuk memperolah Peta Tata Guna Lahan salah satunya bisa didapatkan dari hasil interpretasi objek-objek yang terdapat pada citra satelit di WIUP atau WIUPK.

Lampiran B. PetaPeta (skala detail) dalam Laporan Eksplorasi Akhir dan/atau Laporan Eksplorasi Lanjutan Komoditas Mineral Logam, diperlukan Peta Tata Guna Lahan. Untuk memperolah Peta Tata Guna Lahan salah satunya bisa didapatkan dari hasil interpretasi objekobjek yang terdapat pada citra satelit di WIUP atau WIUPK.

 

Berdasarkan Kepmen ini, tidak tertulis ketentuan yang rinci terkait berapa resolusi spasial minimal dari citra satelit yang dapat digunakan, namun berdasarkan diperlukannya Peta Tata Guna Lahan sebagai lampiran Laporan Eksplorasi Akhir dan/atau Laporan Eksplorasi Lanjutan Komoditas Mineral Logam, di mana tertulis pada bagian atasnya PetaPeta (skala detail), maka kemungkinan besar citra satelit yang dapat digunakan adalah citra satelit resolusi sangat tinggi antara 0,3 m (30 cm) sampai dengan 1 m (100 cm) yang dapat menghasilkan peta dalam skala detail tertinggi yang mampu dihasilkan oleh citra satelit. Selain itu pada Dokumen Rencana Kerja Aspek Konservasi Mineral dan Batubara dalam rangka permohonan WIUP atau WIUPK pada bab yang telah dibahas sebelumnya, terdapat tulisan citra satelit atau foto udara, hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan data citra satelit yang semakin detail semakin baik karena dibolehkannya penggunaan foto udara yang mempunyai resolusi spasial lebih tinggi dibandingkan citra satelit komersial yang tersedia saat ini. Oleh karenanya, citra satelit yang dapat digunakan sama dengan daftar citra satelit yang bisa dipakai sesuai Kepmen nomor 1806 K/30 MEM/2018, yang telah dibahas sebelumnya.

***

Pemegang IUP yang areanya berada di kawasan hutan, juga diwajibkan menggunakan data citra satelit sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 (Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan).

Bagian Ketiga (Persyaratan Permohonan) Pasal 21 huruf b pada peraturan menteri tersebut, terdapat ketentuan persyaratan teknis dalam Permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dimana penjabarannya diurai pada Pasal 23.

Pada Pasal 23 ayat 1 huruf g, disebutkan bahwa: peta penginderaan jauh dengan resolusi minimal 5 (lima) meter liputan 1 (satu) tahun terakhir dilampiri dengan softcopy dengan koordinat sistem UTM Datum WGS 84.

Selain itu pada Pasal 23 ayat 1 huruf b, disebutkan bahwa: lokasi, luas areal, dan rincian penggunaan kawasan hutan yang dimohon yang dituangkan dalam bentuk peta skala paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu) atau lebih besar dalam bentuk softcopy format shapefile (shp) dengan koordinat sistem UTM Datum WGS 84.

Untuk Permen di atas, ditulis secara jelas ketentuan batas minimal kelas resolusi spasial data citra satelit yang dapat digunakan yaitu 5 meter. Oleh karenanya, data citra satelit dengan kelas resolusi spasial lebih rendah dari 5 meter tidak bisa digunakan, sedangkan jika resolusi spasialnya lebih tinggi dapat dipakai.

Citra satelit resolusi spasial sangat tinggi (0,3 m1 m) yang telah dibahas sebelumnya dapat digunakan, selain itu kita juga dapat memakai citra satelit lain yang mempunyai resolusi spasial lebih rendah dibandingkan citra satelit dengan resolusi spasial sangat tinggi dengan memperhatikan batas minimal yaitu 5 meter.

Berikut ini daftar citra satelit lain selain citra satelit resolusi sangat tinggi yang dapat digunakan untuk keperluan IPPKH:

6). Citra Satelit PlanetScope (Resolusi Spasial Kelas 3 Meter)

Data Olahan Citra Satelit PlanetaScope Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara

Data Olahan Citra Satelit PlanetaScope Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara
(Image Copyright: Maxar Intelligence; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Batas minimal kelas resolusi spasial citra satelit yang dapat digunakan untuk keperluan IPPKH yakni 5 meter, namun saat ini data citra satelit tersebut sudah tidak tersedia berhubung Satelit RapidEye yang menghasilkan citra satelit dengan resolusi spasial kelas 5 meter telah berhenti beroperasi pada Maret 2020.

Oleh karenanya, kita menggunakan citra satelit lain yang mempunyai kelas resolusi spasial lebih tinggi dari 5 meter, salah satunya yaitu Citra Satelit PlanetScope.

Citra Satelit PlanetScope merupakan produk citra satelit dari perusahaan asal Amerika Serikat, Planet, yang mempunyai resolusi spasial kelas 3 meter. Penggunaan Citra Satelit PlanetScope semakin masif setiap tahunnya dan semakin luas dikenal berhubung ketersediaan datanya sangat melimpah, karena jumlah satelit yang banyak dan hampir setiap hari melakukan perekaman.

Dengan ketersediaan data yang tumpah ruah, data Citra Satelit PlanetScope mampu mengatasi kendala terbesar terkait data citra satelit yakni tingkat tutupan awan beserta ketersediaan data citra satelit pada sebuah area.

Walau tidak tertulis dalam persyaratan teknis dalam peraturan menteri di atas, namun biasanya data citra satelit yang diinginkan mempunyai tingkat tutupan awan kurang dari 5 persen dari total luasan areal Permohonan IPPKH. Oleh karena Satelit PlanetScope melakukan perekaman setiap hari, maka peluang untuk mendapatkan hasil perekaman dengan tingkat tutupan awan kurang dari 5 persen bahkan bersih dari awan sama sekali (0 persen) terbuka lebar.

Kalaupun ternyata data pada areal tersebut tidak tersedia Citra Satelit PlanetScope dengan tingkat tutupan awan kurang dari 5 persen, kami dari Map Vision Indonesia dapat melakukan proses cloud remove (menghilangkan awan) menggunakan beberapa Citra Satelit PlanetScope yang melimpah (dengan tetap memperhatikan tanggal perekaman citra satelit yang digunakan dalam proses cloud remove sesuai dengan persyaratan yakni liputan 1 tahun terakhir).

Terdapat kelebihan lainnya dari Citra Satelit PlanetScope yaitu sudut perekaman yang rendah. Dari pengalaman kami menggunakan Citra Satelit PlanetScope, kebanyakan data Citra Satelit PlanetScope mempunyai tingkat sudut perekaman sangat rendah antara mendekati nadir (0 koma sekian) dan maksimal biasanya hanya 5 derajat. Dengan tingkat sudut perekaman yang sangat rendah, bentuk dan ukuran objek pada citra satelit mendekati keadaan yang sebenarnya.

Selain itu, antar data Citra Satelit PlanetScope yang dihasilkan, posisi objek hampir tidak berbeda sama sekali, sehingga sangat bermanfaat misalnya untuk analisis tutupan lahan dari waktu ke waktu (time series), serta menghemat waktu pengolahan karena tidak diperlukan proses Orthorektifikasi atau Rektifikasi antar data citra satelit (Image to Image Rectification), terkecuali Anda menginginkan koreksi geometrik menggunakan data acuan yang dimiliki.

Dibalik keunggulannya tersebut, terdapat juga kekurangan dari Citra Satelit PlanetScope. Kualitas tampilan yang “inkonsisten” menjadi permasalahan. Kerap kali Citra Satelit PlanetScope mempunyai semacam “kecacatan” tampilan, berupa garisgaris melintang yang terdapat pada citra satelit, seperti yang terlihat pada Citra Satelit PlanetScope di bawah ini:

Kekurangan pada Citra Satelit PlanetScope

GarisGaris Melintang pada Citra Satelit PlanetScope
(Image Copyright: Planet; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Terlihat pada data olahan Citra Satelit PlanetScope warna natural di atas, terdapat garisgaris melintang dengan warna dominan biru serta terdapat juga warna merah. Walau tidak menutupi objek pada data citra satelit, namun hal tersebut dapat mempersulit interpretasi objek yang terdapat pada data citra satelit.

Selain dari garis-garis melintang yang tampak pada data Citra Satelit PlanetScope, terkadang terdapat keanehan pada tampilan warnanya. Beberapa kali kami mendapatkan tampilan warna yang berbeda padahal dalam satu scene Citra Satelit PlanetScope.

Tidak semua data Citra Satelit PlanetScope mempunyai tampilan “abnormal” seperti di atas, namun kita juga tidak dapat mengetahui apakah data Citra Satelit PlanetScope yang kita order memiliki tampilan yang “normalatau tidak, berhubung tampilan pada quicklook atau preview Citra Satelit PlanetScope tidak menampilkan hal tersebut.

Kabarnya sendiri, pihak Planet selaku perusahaan pemilik Satelit PlanetScope, menjanjikan bahwa tidak akan ada lagi data Citra Satelit PlanetScope dengan tampilan abnormal” yang dihasilkan oleh Satelit PlanetScope generasi selanjutnya, ditambah dengan beragam perbaikan lainnya, seperti peningkatan ketajaman tampilan citra satelit, warna yang lebih hidup” dan “kaya”, serta lain sebagainya.

Informasi lanjutan terkait Citra Satelit PlanetScope seperti luasan area minimal order, jumlah band, cara melakukan order, serta lain sebagainya, dapat Anda lihat pada link berikut ini:

Citra Satelit PlanetScope

7). Citra Satelit SPOT-6 & SPOT-7 (Resolusi Spasial Kelas 1,5 Meter)

Data Olahan Citra Satelit SPOT-6 Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara

Data Olahan Citra Satelit SPOT6 Warna Natural Area Tambang Terbuka di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Inilah salah satu data citra satelit yang saat ini banyak digunakan di Indonesia untuk beragam sektor termasuk untuk kegiatan pertambangan.

Ketersediaan data yang cukup lengkap di wilayah Indonesia ditambah cakupan area yang luas untuk satu kali perekaman, serta tingkat resolusi spasial yang termasuk tinggi (1,5 meter), menjadikan data Citra Satelit SPOT6 dan SPOT7 sebagai citra satelit terfavorit yang digunakan untuk aktivitas usaha pertambangan.

Citra Satelit SPOT6 mulai tersedia dari akhir tahun 2012 sampai dengan saat ini, sedangkan untuk Citra Satelit SPOT7 dari pertengahan tahun 2014 hingga sekarang.

Informasi lanjutan terkait Citra Satelit SPOT6 dan SPOT7 seperti luasan area minimal order, jumlah band, cara melakukan order, serta lain sebagainya, dapat Anda lihat pada link berikut ini:

Citra Satelit SPOT-6

Citra Satelit SPOT-7

Kembali kepada isi yang terdapat pada Pasal 23 ayat 1 huruf b dan g, maka pelaku usaha yang sedang mengurus perizinan IPPKH, selain harus menyediakan data original beserta data olahan citra satelit dengan liputan maksimal 1 tahun terakhir (dengan sistem koordinat UTM dan datum WGS 84), juga harus membuat tampilan peta citra satelit dan juga peta hasil mapping (digitasi dan interpretasi dari citra satelit olahan).

Sesuai pasal tersebut juga, minimal tampilan peta berada pada skala 1:50.000 atau lebih tinggi. Berhubung data citra satelit yang digunakan lebih tinggi dari 5 meter, maka skala yang dibuat bisa lebih dari 1:50.000. Untuk data Citra Satelit PlanetScope hasil olahan dapat menggunakan skala 1:25.000, Citra Satelit SPOT6 atau SPOT7 pada skala 1:10.000, citra satelit dengan resolusi spasial kelas 50 cm biasanya pada skala 1:2.500, citra satelit dengan resolusi spasial kelas 40 cm pada skala 1:2.000, citra satelit dengan resolusi spasial kelas 30 cm pada skala 1:1.500, dan citra satelit pada resolusi spasial kelas 15 cm pada skala 1:1.000.

Peta Penggunaan Lahan dari Hasil Interpretasi Data Olahan Citra Satelit - Fokus Area

Peta Penggunaan dan Penutupan Lahan Hasil Mapping (Interpretasi dan Digitasi) dari Data Olahan Citra Satelit Pleiades1B pada Bagian Area Order Mapping
(Image Copyright: Airbus Defence & Space; Courtesy of Map Vision Indonesia)

Peta biasanya dibuat dalam ukuran kertas A0, A1, atau A3, serta tampilannya memuat keseluruhan areal yang dimohon untuk IPPKH, dengan memperhatikan skala lazim maksimal data citra satelit tersebut dan maksimal tampilan skala yang diperbolehkan (1:50.000). Jika ternyata areal yang dimohon luas, sehingga  areal permohonan IPPKH tidak tercakup seluruhnya dalam ukuran kertas A0 dan pada skala 1:50.000, maka dapat dibuat tampilan peta berseri.

***

Bagi perusahaan yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) maka penggunaan data citra satelit mutlak diperlukan selain terkait persyaratan wajib dari pemerintah, juga berbagai manfaat dari penggunaan data citra satelit untuk usaha pertambangan yang tengah dilakukan, seperti:

  • Perencanaan site plan area pertambangan;
  • Monitoring luasan area tambang yang dimiliki perusahaan dari waktu ke waktu;
  • Perencanaan dan monitoring rehabilitasi lahan hasil kegiatan pertambangan;
  • Monitoring kegiatan pertambangan ilegal dan PETI;
  • Inventarisasi potensi area pertambangan;
  • Monitoring perubahan tutupan lahan di area tambang dan sekitarnya;

Oleh karena itu, bagi Anda dan perusahaan yang saat ini bergerak di bidang usaha pertambangan dapat mempercayakan kebutuhan terkait citra satelit kepada Map Vision Indonesia.

Map Vision Indonesia telah berpengalaman dari tahun 2013 dalam pengadaan dan pengolahan data beragam citra satelit untuk berbagai sektor, termasuk salah satunya sektor pertambangan.

Anda dapat menghubungi kami (Map Vision Indonesia) pada media berikut:

Mobile Phone (WA dan Telepon): 0878 2292 5861

Email: mapvisionindonesia@gmail.com atau cs@mapvisionindo.com

 

POSTINGAN MENARIK LAINNYA:

1). [Tutorial] Membuka File Geodatabase di QGIS versi 3.x

2). [Tutorial] Menampilkan Informasi Cuaca di QGIS

3). [Tutorial] Cara Memperoleh Anotasi di Google Maps

4). [Tutorial] Membuat Area Buffer dalam Beberapa Radius Menggunakan QGIS

5). [Tutorial] Menghitung Volume Data Raster Menggunakan QGIS

 

Author: Map Vision IndonesiaMap Vision Indonesia merupakan team yang berisikan praktisi di bidang Citra Satelit, Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Sistem Informasi Geografis (SIG), serta Pemetaan pada umumnya. Kami telah berpengalaman khususnya mengerjakan ratusan proyek pengadaan dan pengolahan serta mapping data citra satelit berbagai resolusi dari beragam vendor sejak tahun 2013.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: