Last Updated on February 6, 2023 by Map Vision Indonesia
DAPATKAN DATA CITRA SATELIT RESOLUSI SANGAT TINGGI WORLDVIEW-3 BESERTA PENGOLAHAN DAN MAPPING DENGAN HARGA YANG KOMPETITIF DI MAP VISION.
UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT DAPAT MENGHUBUNGI KAMI PADA NOMOR TELEPON: 0857 2016 4965 | E-MAIL: mapvisionindonesia@gmail.com
Awan kelabu menyelimuti bangsa kita di awal tahun 2020 ini. Berbagai musibah menerjang beberapa wilayah yang ada di Indonesia, terutamanya banjir yang terjadi di wilayah Jakarta, Banten, serta Jawa Barat. Permasalahan banjir ini memang sudah sangat rumit dan kompleks, dan semua itu terjadi karena andil besar kita juga di dalamnya. Mulai dari perubahan fungsi lahan yang sudah sangat masif, kebiasaan buruk berupa membuang sampah tidak pada tempatnya, serta banyak hal lain yang mengundang datangnya musibah tersebut.
BACA JUGA:
1). Peta Lokasi Banjir Jakarta 2013
2). Melihat Padatnya Jakarta dari Citra Satelit
3). Kota Pertama di India yang Direncanakan
4). Tambang Terbuka Terbesar di Afrika Selatan
5). Melihat Pola-Pola Deforestasi Hutan Amazon dari Citra Satelit
Selain faktor-faktor pengundang banjir di atas, pada banjir yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, curah hujan ekstrem juga menjadi salah satu penyebabnya. Berdasarkan pemaparan dari Pak Siswanto yang merupakan Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan ekstrem (di atas 150 mm/hari) terjadi merata di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dan hal tersebut merupakan yang tertinggi setelah 154 tahun yang lalu, yang dapat dilihat dari data berikut ini:
1866: 185,1 mm/hari
1918: 125,2 mm/hari
1979: 198 mm/hari
1996: 216 mm/hari
2002: 168 mm/hari
2007: 340 mm/hari
2008: 250 mm/hari
2013: > 100 mm/hari
2015: 277 mm/hari
2016: 100-150 mm/hari
2020: 377 mm/hari
Dari data pengukuran curah hujan oleh pihak BMKG yang dilakukan dari tanggal 31 Desember 2019 pukul 07:00 WIB hingga tanggal 1 Januari pukul 07:00 WIB, di wilayah Jakarta dan sekitarnya, curah hujan tertinggi terjadi di wilayah pengukuran TNI AU Halim sebesar 377 mm. Sedangkan wilayah pengukuran lainnya rata-rata berkisar di atas 100 mm.
Menurut Pak Herizal dari BMKG, curah hujan tinggi tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara/pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara.
ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif, akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atomosfer di atasnya.
Pada saat hujan lebat terjadi (pada tanggal 31 Desember 2019 dan 1 Januari 2020), peneliti NASA dan lembaga mitra telah melakukan analisis data berdasarkan data citra satelit serta data yang diambil dari lapangan, untuk memprediksi area yang berpotensi banjir. Hasilnya berupa peta potensi banjir yang telah dikeluarkan pada tanggal 2 Januari 2020, serta telah digunakan oleh ASEAN Humanitarian Assistance Center (Pusat Bantuan Kemanusiaan ASEAN) dan juga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Warna biru pada peta menunjukkan area yang berpotensi terkena banjir. Terlihat dari peta di atas, wilayah yang besar kemungkinan terkena banjir lebih dominan berada di wilayah bagian utara Bekasi dan Tangerang, sedangkan di wilayah Jakarta lebih banyak berada di bagian selatan dibandingkan di bagian utara.
Peta dibuat oleh tim bernama Advanced Rapid Imaging and Analysis (ARIA), yang berisi gabungan para peneliti dari NASA’s Jet Propulsion Laboratory serta dari California Institute of Technology. Tim ARIA juga berkolaborasi dengan Earth Observatory of Singapore dan didukung oleh NASA Earth Science Disasters Program.
Tim tersebut membuat peta berdasarkan perbandingan data citra radar dari Satelit Sentinel-1, sebelum dan sesudah turunnya hujan yang terjadi dari tahun 2015 hingga tanggal 1 Januari 2020, yang berjumlah 72 data citra radar.
Secara khusus, para peneliti mencari perubahan kecerahan tiap piksel dari citra radar, seperti misalnya kecerahan piksel sebuah tanah yang kasar pada citra radar akan berubah jika sudah terendam oleh air.
“Setiap piksel mempunyai sejarah yang berbeda. Beberapa piksel akan terkait dengan tanah kosong, dan yang lainnya mewakili area vegetasi, atau juga bangunan. Melihat nilai-nilai piksel secara individual dari waktu ke waktu, akan memberikan ide tentang sebuah area dan kemungkinan banjir di area tersebut” ujar Sang-Ho Yun, pemimpin respon bencana untuk tim ARIA dari JPL.
Selain menggunakan data citra radar dari Satelit Sentinel-1, tim ARIA menggunakan data tambahan berupa data lapangan dari Yayasan Peta Bencana. Yayasan Peta Bencana mengembangkan sebuah software open source yang memindai situs sosial media untuk kata kunci seperti “banjir”, kemudian secara otomatis akan mengirimkan balasan kepada pembuat postingan untuk melakukan konfimasi kejadian banjir yang dialaminya, serta melakukan tindak lanjut berupa pertanyaan seputar kondisi area yang terkena banjir untuk laporan banjir yang telah dilaporkan oleh pihak netizen, yang nantinya diplot pada peta area yang terkena banjir dalam sebuah website secara real–time.
“Ini untuk pertama kalinya kami dapat dengan cepat membuat sebuah peta perkiraan area yang terkena banjir dengan menggunakan data citra satelit yang begitu banyak dan mengkalibrasinya dengan data di lapangan. Ini sangat penting untuk memetakan luasan banjir di daerah perkotaan” lanjut Yun.
Peta tersebut tidak berbeda jauh hasilnya dengan peta sebaran rendaman banjir yang dikeluarkan oleh pihak BNPB pada tanggal 1 Januari 2020, seperti terlihat di bawah ini:
Terlihat dari peta di atas, titik lokasi rendaman banyak sekali berada di wilayah Jakarta Selatan, sedangkan wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur relatif lebih aman dari terjangan banjir (data sampai tanggal 1 Januari 2020).
Titik rendaman banjir di wilayah Jakarta Selatan menerjang 7 kecamatan yaitu Kec. Setiabudi, Tebet, Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, Pancoran, Cilandak, dan Pasar Minggu.
Sedangkan di Kota Bekasi, 10 kecamatan masuk wilayah yang terkena banjir, seperti terlihat pada peta di bawah ini:
Saat ini sebagian besar wilayah yang terkena banjir sudah berangsur surut dan aktivitas hampir kembali normal. Walaupun begitu, banjir besar yang terjadi di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, telah merenggut korban jiwa hingga 67 orang (per tanggal 6 Januari 2020), pengungsi mencapai 173 ribu orang, serta kerugian materil yang sangat besar.
Video Terkait:
POSTINGAN MENARIK LAINNYA:
1). [Tutorial] Menampilkan Informasi Cuaca di QGIS
2). [Tutorial] Cara Memperoleh Anotasi di Google Maps
3). [Tutorial] Membuat Area Buffer dalam Beberapa Radius Menggunakan QGIS
4). [Tutorial] Menghitung Luas dan Panjang Sebuah Data Vektor di QGIS versi 3
Sumber:
BMKG Sebut Curah Hujan di Jakarta 2020 Paling Ekstrem dalam Sejarah: https://nasional.kompas.com/read/2020/01/03/10141971/bmkg-sebut-curah-hujan-di-jakarta-awal-2020-paling-ekstrem-dalam-sejarah
BNPB: Jumlah Pengungsi Banjir Jabodetabek Naik Jadi 173 ribu Orang: https://news.detik.com/berita/d-4846069/bnpb-jumlah-pengungsi-banjir-jabodetabek-naik-jadi-173-ribu-orang
Data BMKG: Curah Hujan 2020, Tertinggi Sejak 154 Tahun Lalu: https://news.detik.com/berita/d-4843572/data-bmkg-curah-hujan-2020-tertinggi-sejak-154-tahun-lalu
Korban Meninggal Banjir Jakarta-Jabar-Banten Bertambah Jadi 67 Orang: https://news.detik.com/berita/d-4848681/korban-meninggal-banjir-jakarta-jabar-banten-bertambah-jadi-67-orang
Peta Sebaran Rendaman Banjir Jabodetabek: https://www.bnpb.go.id/peta-sebaran-rendaman-banjir-jabodetabek
Torrential Rains Flood Indonesia: https://earthobservatory.nasa.gov/images/146113/torrential-rains-flood-indonesia