Last Updated on December 21, 2019 by Map Vision Indonesia

Deforestasi di Hutan Amazon
(Image Copyright: João Laet/AFP/Getty Images)
DAPATKAN DATA CITRA SATELIT RESOLUSI MENENGAH LANDSAT 8 BESERTA PENGOLAHAN DAN MAPPING DENGAN HARGA YANG KOMPETITIF DI MAP VISION.
UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT DAPAT MENGHUBUNGI KAMI PADA NOMOR TELEPON: 0857 2016 4965 | E-MAIL: mapvisionindonesia@gmail.com
Pada bulan Agustus 2019 yang lalu, Hutan Amazon mengalami kebakaran yang luar biasa. Selain faktor alam, faktor ulah manusia diyakini menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran dahsyat tersebut. Kepentingan manusia untuk pembukaan lahan perkebunan, pertanian, peternakan, serta keperluan lainnya, semakin membuat “rusak” fungsi dari paru-paru dunia tersebut.
Kejadian itu tentu bukan yang pertama, karena perusakan hutan (deforestasi) di Amazon oleh tangan-tangan serakah manusia, sudah berlangsung sejak lama. Dan semenjak tahun 1970-an ketika Program Satelit Landsat diluncurkan, masyarakat dunia dapat melihat dengan jelas kerusakan yang terjadi di Hutan Amazon dari data citra satelit yang dihasilkan oleh Satelit Landsat berbagai generasi.
BACA JUGA:
1). Paru-Paru Dunia Terbakar Hebat
2). Kota Pertama di India yang Direncanakan
3). Tambang Terbuka Terbesar di Afrika Selatan
4). Satelit Pesaing WorldView-3 Siap Meluncur, Sehari Bisa Merekam Sampai 2 Juta Kilometer Persegi
Para ilmuwan memanfaatkan data Citra Satelit Landsat selain untuk melihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Hutan Amazon, juga memberi mereka informasi mengenai deforestasi yang berlangsung secara dinamis.
Dinamis disini mempunyai arti bahwa proses deforestasi yang terjadi selama ini ternyata disebabkan oleh beberapa hal terkait dengan kondisi di negara tempat Hutan Amazon berada dan juga tentunya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah negara tersebut.
Pada tahun 1960-an dan sebelumnya, deforestasi yang terjadi di negara-negara Hutan Amazon berada seperti di negara Peru, Kolombia, Brasil, dan juga negara lainnya, hanya dilakukan untuk membuat sistem transportasi utama menuju bagian terpencil dari Hutan Amazon.
Namun pada tahun 1970-an, deforestasi yang terjadi di Brasil dilakukan untuk membuat stimulasi ekonomi, membuat area perbatasan menjadi lebih aman, serta pembuatan perumahan untuk warga miskin yang berada di kota-kota bagian timur laut Brasil.
Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas melalui citra satelit. Dari citra satelit terlihat bahwa terdapat pola seperti tulang ikan (fish bone), yang umum terlihat di wilayah utara negara bagian Para, yang tumbuh dari Kota Altimira, Uruara, Ruropolis, dan kota-kota sepanjang jalan raya trans Amazonian. Pola tersebut berupa jalan-jalan sekunder atau jalur-jalur menuju perumahan penduduk, yang tegak lurus dari jalan utama, serta terdapatnya pembukaan lahan di hutan untuk kepentingan pembuatan tempat tinggal, seperti yang terlihat dari data citra satelit berikut:

Pola Tulang Ikan (Fish Bone) dari Data Citra Satelit Landsat di Wilayah Hutan Amazon
(Image Copyright: NASA USGS)
Berdasarkan penuturan Douglas Morton, seorang ekolog hutan dari NASA, biasanya setiap keluarga akan diberikan 100 hektar lahan, dimana 50% dari lahan tersebut dapat dibuka oleh mereka. “Orang-orang akan pergi membuka lahan dengan kapak atau gergaji setiap tahunnya, untuk menanam tanaman subsisten” lanjut Morton. Namun kenyataan di lapangan, lebih dari 50% lahan yang dibabat oleh mereka, dan bagi mereka lahan 100 hektar pun tidak cukup.
Program Pemerintah Brasil terkait pembuatan perumahan untuk warganya pada tahun 1970-an tersebut, ternyata tidak berlangsung lama. Resesi ekonomi yang terjadi akibat harga minyak yang tidak menentu, membuat Pemerintah Brasil kala itu mengalihkan cara untuk melakukan stimulus ekonomi melalui program pinjaman, keringanan pajak, serta berbagai insentif lain, dengan harapan para pemodal kuat mau berinvestasi di kawasan Hutan Amazon melalui peternakan skala besar serta pertanian kedelai.
“Gaya deforestasi telah berubah seiring program perumahan yang telah selesai” ujar Morton. “Dalam tiga dekade terakhir, bukan lagi keluarga dengan kapak. Kita berbicara tentang pemilik tanah bermodal besar yang membuka hutan dengan traktor yang dihubungkan oleh rantai berukuran sebesar lenganku. Mereka benar-benar akan merobohkan hutan, akar dan semuanya, untuk memberikan ruang bagi operasi skala industri” lanjut Morton.

Deforestasi yang Terjadi Dekade Ini
(Image Copyright: NASA USGS)
Citra Satelit Landsat di atas merupakan citra satelit di wilayah terpencil yang berada di bagian utara negara bagian Para, Brasil, di pinggiran sebelah barat kota Sao Felix do Xingu.
Terlihat dari data Citra Satelit Landsat di atas, deforestasi terjadi dalam skala yang lebih luas pada dekade ini. Pembukaan lahan selain menggunakan alat-alat berat, juga dilakukan pembakaran hutan secara sengaja, sebagai upaya paling efektif dan efisien bagi para pemodal.
Pembakaran hutan sendiri berawal dari proses pembukaan lahan. Pohon-pohon yang telah ditebang beserta semak-semaknya, akan dibiarkan mengering selama beberapa bulan bahkan tahun, dan hal tersebut dapat terlihat dari tingkat “kehijauan” kanopi dari data citra satelit. Ketika musim kemarau datang, semak belukar serta pohon-pohon sisa tebangan akan mudah terbakar di lahan yang kering, sehingga kebakaran hutan tidak dapat terelakkan.
“Ketika kebakaran terjadi dalam skala yang besar, terus menerus, di sepanjang tepi hutan, maka kemungkinan besar terjadi karena deforestasi” ucap Morton. Setelah kebakaran usai, dan asap telah hilang, maka biasanya akan disebarkan benih rumput untuk keperluan pembuatan padang rumput bagi peternakan mereka. Saat ini, kira-kira tiga perempat dari tanah gundul di Hutan Amazon digunakan untuk padang rumput bagi peternakan, dengan sebagian besar dikelola oleh pemilik tanah yang kaya.
Selain untuk peternakan, pembukaan lahan juga banyak digunakan untuk pertanian kedelai, seperti yang terjadi negara bagian Mato Grosso, Brasil. Pola deforestasi untuk kepentingan pertanian juga dapat dilihat dari citra satelit. Bentuk persegi panjang dengan pola yang cukup teratur merupakan ciri khas dari pertanian kedelai, seperti ditunjukkan data Citra Satelit Landsat berikut ini:

Pola Persegi Panjang untuk Pertanian Kedelai di Hutan Amazon
(Image Copyright: NASA USGS)
“Sebagian wilayah di Mato Grosso seperti layaknya Iowa di Amerika Serikat. Ladang besar, jalan lurus, dan pengoperasian secara mekanis” tutur Matt Hansen, seorang ilmuwan di bidang penginderaan jauh di Universitas Maryland. Besarnya pertanian kedelai di wilayah Brasil, membuat negara tersebut menjadi negara pengekspor kedelai terbesar di dunia, yang sebagian besar dikirim ke Tiongkok.
Transisi pola deforestasi antara pola perumahan warga yang dikembangkan tahun 1970-an dengan pola pasar bebas setelah negara tersebut mengalami resesi, dapat dilihat di Kota Itaituba, sebuah kota yang berada di sepanjang Sungai Tapajos yang berada di negara bagian Para, Brasil.
Pola fish bone yang merupakan ciri khas untuk perumahan warga terlihat di bagian selatan sungai. Namun semenjak pemerintah melakukan penghentian program pembuatan perumahan warga, terjadi kekosongan kekuasaan serta arah kebijakan yang selanjutnya yang tidak jelas dari pihak pemerintah, membuat terjadi perebutan lahan di Hutan Amazon oleh para peternak, petani, penebang kayu, perampas tanah, serta banyak lainnya, di wilayah utara sungai. Jalan-jalan dibuat keluar menuju perkotaan, untuk mengangkut kayu hasil tebangan serta hal lainnya, sehingga terlihat dari data citra satelit pola berbentuk radial (menyebar ke segala arah) di bagian utara sungai, seperti terlihat dari data Citra Satelit Landsat berikut:

Pola Radial di Bagian Utara Sungai Tapajos
(Image Copyright: NASA USGS)
Sedangkan para penambang dan penebang hutan, membuat juga jalan menuju hutan yang masih belum terjamah, yang mengikuti kontur alami tanah, sehingga dapat terlihat dari data citra satelit pola jalan melengkung seperti bentuk dendritik.

Pola Jalan Melengkung atau Dendritik yang Dibuat Para Penebang dan Penambang
(Image Copyright: NASA USGS)
Pola deforestasi yang menarik juga dapat dilihat di wilayah sekitar BR-163, sebuah jalan raya utama di negara bagian Para, Brasil, yang pertama kali dibangun pada tahun 1976, dan baru sepenuhnya diaspal pada tahun 2019 ini.
Animasi deforestasi yang terjadi di wilayah tersebut, yang dilihat dari data Citra Satelit Landsat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2019, dapat diperhatikan di bawah ini:

Deforestasi yang Terjadi di Wilayah Sekitar BR-163 dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2019
(Image Copyright: NASA USGS)
“Ini adalah area yang menarik, karena ekonomi regional dipicu oleh demam pertambangan emas pada tahun 1980-an” terang Eugenio Arima, seorang ilmuwan sistem pertanahan dari Universitas Texas di Austin, Amerika Serikat.
Arima mencatat area pertambangan utama berada di sepanjang aliran di sebelah barat jalan raya. Orang-orang yang kaya dari hasil pertambangan emas, biasanya akan menginvestasikan uangnya untuk membuat peternakan, sehingga lahan-lahan gundul untuk padang rumput banyak terlihat di dekat jalan raya.
Salah satu hal utama yang perlu disorot dari deforestasi yang terjadi di Hutan Amazon yang terutamanya berada di wilayah negara Brasil, yaitu sebagian besar tanah di Hutan Amazon tidak jelas siapa kepemilikannya, apakah punya negara atau terras devoluta.
UU di Brasil sendiri mengizinkan seseorang untuk mengklaim tanah di Hutan Amazon, jika mereka telah mendiaminya selama setahun dan juga ikut “memperbaikinya” (mungkin lebih tepatnya melakukan pembersihan lahan), sehingga sudah sejak lama lahan di Hutan Amazon dikuasai para penghuni liar, spekulan tanah, serta orang-orang yang bersedia tinggal di area perbatasan.
Akibat hal tersebut deforestasi yang terjadi memang akan sulit dicegah, karena setiap orang yang mau berdiam diri di lahan Hutan Amazon dapat mengklaim lahan tersebut, dan melakukan hal sekehendak hatinya.
Yang dapat dilakukan saat ini untuk mencegah deforestasi yang terjadi di Hutan Amazon hanyalah itikad kuat pemerintah di negara-negara kawasan Hutan Amazon berada untuk mencegah gelombang deforestasi lebih besar lagi melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung hal tersebut.
Para ilmuwan atau siapa pun dapat mengawasi dan mengetahui arah kebijakan pemerintah-pemerintah di negara kawasan Hutan Amazon berada melalui data citra satelit, yang memberikan tampilan kondisi apa adanya di hutan hujan terbesar di dunia tersebut.
Sumber:
Making Sense of Amazon Deforestation Patterns – https://landsat.visibleearth.nasa.gov/view.php?id=145888
Arima, E.Y. et al. (2015) Explaining the fragmentation in the Brazilian Amazonian forest. Journal of Land Use Science, 11, 3.
Arima, E. Y. et al. (2013) Spontaneous colonization and forest fragmentation in the Central Amazon Basin. Annals of the Association of American Geographers, 103 (3), 1485-1501.
Arima, E.Y. et al. (2008) The Fragmentation of Space in the Amazon Basin. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 6 (11), 699-709.
Fearnside, P. et al. (2017) Deforestation of the Brazilian Amazon. Environmental Issues and Problems, 87, 104062.
NASA Earth Observatory (2012) World of Change: Amazon Deforestation.
Sparovek, G. et al. (2019) Who owns Brazilian lands? Land Use Policy, 87, 104062.
Rappaport, D. et al. (2018) Quantifying long-term changes in carbon stocks and forest structure from Amazon forest degradation. Environ. Res. Lett. 13, 065013.
POSTINGAN MENARIK LAINNYA:
1). [Tutorial] Menampilkan Informasi Cuaca di QGIS
2). [Tutorial] Cara Memperoleh Anotasi di Google Maps
3). [Tutorial] Membuat Area Buffer dalam Beberapa Radius Menggunakan QGIS
4). [Tutorial] Menghitung Luas dan Panjang Sebuah Data Vektor di QGIS versi 3
5).[Tutorial] Koreksi Atmosferik Citra Satelit Menggunakan QGIS
